KOMPAS.com - Kematian George Floyd, pria kulit hitam Amerika Serikat (AS), pada Mei 2020 masih menjadi pembicaraan di media sosial.
Peristiwa itu menyulut protes besar-besaran soal diskriminasi rasial bertagar #BlackLivesMatter di AS.
Dikutip dari , Chauvin bersama sejumlah polisi Minneapolis menangkap Floyd pada Mei 2020.
Setelah tertangkap, Floyd ditelungkupkan dan Chauvin menekan lututnya ke leher belakang Floyd.
Adegan itu direkam banyak pihak, salah satunya oleh Darnella Frazier. Video rekaman Frazier diputar dalam persidangan.
Dalam video itu, Chauvin terekam menekan lututnya ke leher belakang Floyd selama 9 menit 29 detik.
Selain itu, muncul pula sejumlah klaim terkait penyebab kematian. Dilansir oleh pada 9 November 2022, klaim bahwa Floyd tewas karena overdosis beredar di media sosial.
Klaim itu disebarkan akun Twitter dan akun Facebook . Bahkan unggahan di Facebook ditambahi pendapat bahwa Chauvin seharusnya dibebaskan dari penjara.
https://twitter.com/CheshireCynical/status/1586129200410681344
Unggahan itu menyebutkan Floyd mengalami overdosis fentanil, obat pereda rasa sakit parah, yang kerap digunakan secara ilegal hingga menyebabkan kematian.
Situs resmi Centers for Disease Control and Prevention () AS menyatakan, efek pereda sakit yang dihasilkan fentanil 50 kali lebih kuat dari heroin dan 100 kali lipat dari morfin.
Pembuktian klaim itu dilakukan Reuters dengan menelusuri keterangan tim medis yang secara independen melakukan pemeriksaan terhadap jenazah Floyd.
Lindsey Thomas, salah satu pemeriksa jenazah Floyd, telah memberikan kesaksian di persidangan.
Dia memaparkan bahwa satu-satunya penyebab kematian Floyd adalah penekanan di bagian leher yang dilakukan Chauvin. Dia menekan leher Floyd yang tangannya diborgol selama lebih dari sembilan menit.
“Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa dia akan meninggal malam itu, kecuali karena interaksi dengan penegak hukum,” kata Thomas di persidangan.
Memang sempat tercetus pernyataan pengacara Chauvin, bahwa Floyd meninggal karena overdosis obat. Faktanya, jenazah Floyd mengandung fentanil 11 ng/mL, norfentanil pada 5,6 ng/mL, dan metamfetamin 19 ng/mL.
Namun klaim pengacara Chauvin telah dibantah para pemeriksa jenazah Floyd. Kandungan fentanil dengan kadar tersebut tidak menyebabkan Floyd overdosis, apalagi menimbulkan kematian.
Pemeriksa Medis Hennepin County, negara bagian Minnesota, tempat Floyd tewas, menyimpulkan bahwa kematian itu karena pembunuhan dengan cara pengekangan dan penekanan pada leher.
"Penggunaan fentanil oleh Floyd tidak menyebabkan subdual atau pengekangan leher, penyakit jantungnya tidak menyebabkan subdual atau pengekangan leher,” kata Kepala pemeriksa medis Hennepin County, Andrew Baker, dalam persidangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.