KOMPAS.com - Calon gubernur nomor urut 2 Pilkada Jakarta 2024, Dharma Pongrekun mengatakan, pekerja dengan KTP dari luar Jakarta membuat warga Jakarta kesulitan mencari pekerjaan.
Pernyataan itu disampaikan saat debat perdana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024, yang digelar di Jakarta International Expo (JIExpo) Convention Centre and Theatre, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Minggu (6/10/2024).
"Gubernur sebagai ayah daripada warga Jakarta itu harus mendahulukan yang ber-KTP Jakarta karena ternyata banyak yang masuk ke Jakarta, itu membuat warga Jakarta tidak punya kesempatan diterima di suatu pekerjaan," kata Pongrekun.
Lantas, benarkah urbanisasi penyebab warga Jakarta kesulitan mencari pekerjaan?
Urbabisasi memang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta.
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta, jumlah penduduk yang keluar Jakarta sebanyak 243.160 orang, sedangkan penduduk pendatang baru dari luar Jakarta sebanyak 136.200 orang sepanjang 2023.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyarankan kemampuan bekerja dan rumah tinggal bagi para pendatang baru yang ingin mengadu nasib di Ibu Kota usai libur Lebaran 2024.
"Itu kan hak semua warga negara, yang penting mereka bisa bekerja dengan baik, mereka punya rumah tinggal. Pemda akan meminta itu kepada masyarakat," kata Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, dilansir .
Dilansir , dalam lima dekade terakhir, persentase penduduk perkotaan berkembang dari 17,29 persen pada 1971 menjadi 58,6 persen pada 2023.
Angka ini diperkirakan akan menjadi 66,6 persen pada 2035.
Kendati demikian, urbanisasi merupakan hak menentukan pilihan hidup sehingga penolakan terhadap pendatang baru berpotensi melanggar HAM.
Pemprov DKI pasca-Lebaran 2022, misalnya, tak melakukan Operasi Yustisi terhadap pendatang baru, yang biasanya dilakukan secara rutin setiap tahun. Padahal, penduduk yang mudik kian meningkat.
Melunaknya pelarangan pendatang baru ditengarai juga karena kehadiran mereka justru menguntungkan perkotaan.
Hasil Susenas Maret 2023 menunjukkan angka kemiskinan di perkotaan 7,29 persen, dan di perdesaan 12,22 persen.
Penurunan angka kemiskinan di perkotaan sejalan dengan produktivitas penduduk perkotaan yang lebih tinggi daripada perdesaan karena faktor efisiensi, kelengkapan infrastruktur, dan aplikasi teknologi.