KOMPAS.com - Dulu hiburan masyarakat ialah dari acara di televisi. Tapi, sekarang berubah karena hiburan bisa didapat dari beragam konten yang ada di kanal YouTube.
Tak heran banyak pelaku industri kreatif muncul untuk memproduksi konten-konten menarik yang kemudian ditayangkan di kanal YouTube.
Terkait hal itu, akhir Juli lalu pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif. Aturan itu berisi ketentuan pembiayaan ke lembaga keuangan bank dan non-bank bagi pelaku ekonomi kreatif.
Baca juga: Mahasiswa Unair Inovasi Deodoran Spray Alami dari Bahan Ini
Salah satunya adalah pembiayaan berbasis kekayaan intelektual seperti pinjaman uang melalui konten Youtube.
Dosen Peminatan Industri Kreatif S2 PSDM Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga (Unair), Igak Satrya Wibawa, S.Sos., MCA.,PhD., memberikan tanggapan.
Menurutnya, peraturan tersebut memberikan angin segar bagi konten kreator, khususnya di industri kreatif. Hal itu menjadi tawaran menarik karena beberapa negara lain telah melakukannya sehingga menjadi hal yang sangat umum.
"Namun, di Indonesia belum pasti penegakan peraturan itu. Kalau menjadi angin segar iya tentu. Sebab, bagaimanapun konten kreator mendapatkan kesempatan lebih besar untuk berkarya," ujarnya dikutip dari laman Unair, Jumat (19/8/2022).
Selain itu, dipilihnya YouTube serta film sebagai salah satu konten dalam PP Ekonomi Kreatif adalah karena berkembangnya profesi konten kreatif di industri digital media yang memperoleh penghasilan lebih tinggi daripada orang pada umumnya.
Baca juga: 6 Cara Atasi Kram Perut Saat Haid dari Ners Unair
Sehingga digital media mendapatkan peluang uji coba untuk memastikan konten yang dibuat layak dijadikan nilai pinjaman di bank.
Ia mengatakan, terbitnya PP Ekonomi Kreatif ini dapat dikatakan terlambat, namun sudah dalam langkah yang lebih baik sebab disesuaikan dengan kondisi industri kreatif di Indonesia. Namun, hal itu belum cukup dan membutuhkan kepastian hukum lembaga yang mengatur value konten.
"Beberapa negara lain seperti Kanada dan Amerika Serikat, value mereka sudah ada, dan sudah ada komparasi (value) dibanding dengan kita," katanya.
Igak mencontohkan bahwa film di Amerika yang memiliki value yang cukup besar, dan mempunyai tafsir nilai uang dari produk film itu sehingga bank memiliki ketepatan menaksir harga yang dikisar.
Jika salah satu aktor seperti Brad Pitt membintangi film, maka bank akan menaksir berapa keuntungan dan kemungkinan pinjaman utang yang akan dikeluarkan.
Baca juga: 6 Cara Mengatasi Tenggorokan Gatal Pakai Ramuan Alami, Info Ners Unair
Hanya saja di Indonesia belum ada lembaga yang mengatur, menjamin dan me-monitizing hal itu, yang mengukur harga nilai atau produk yang akan jadi jaminan utang.
Namun, dari potensi isu tersebut, bank-bank di Indonesia akan sulit menerima konten sebagai jaminan utang. Sebab, bank juga ingin memiliki kepastian nilai konten untuk diekuivalenkan dengan sejumlah rupiah yang akan menjadi utang.