KOMPAS.com - Persoalan bioetika dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menjadi sorotan utama dalam simposium internasional Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) bertajuk "One Day Symposium on Christian Bioethics" pada Sabtu, 9 November 2024.
Simposium internasional diselenggarakan secara hibrid di Auditorium Kampus II Ukrida, Jakarta Barat, dan merupakan hasil kolaborasi Ukrida dengan International Christian Medical and Dental Association (ICMDA) dan Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas.
Wakil Rektor III Ukrida, dr. Theresia Citraningtyas dalam sambutan menekankan urgensi kajian bioetika di era kemajuan teknologi medis.
"Bioetika Kristen merupakan panggilan dan tanggung jawab kita untuk mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap aspek perawatan kesehatan, terutama dalam isu-isu sensitif seperti perawatan the end of life," tegas Theresia.
Ketua Pusat Kajian Bioetika Kristen dan dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Ukrida, Denni Boy Saragih mengawali simposium dengan mengangkat tantangan bioetika di Indonesia.
Menurutnya, bioetika Kristen bukan hanya tentang mempertahankan prinsip etika, tetapi juga menunjukkan solidaritas terhadap sesama manusia, terutama mereka yang paling rentan dalam masyarakat.
Denni menyoroti dua isu krusial yakni aborsi dan euthanasia, yang menurutnya memerlukan pendekatan komprehensif dalam konteks masyarakat Indonesia yang plural.
Dia menjelaskan kasus-kasus aborsi darurat membutuhkan kajian mendalam dengan tetap menghormati hak hidup dan memberikan dukungan optimal kepada keluarga terdampak.
Hal senada disampaikan Kepala Unit Pengembangan Spiritual Ukrida, Yanny Yesky Mokorowu yang juga menggarisbawahi pentingnya bioetika dalam pelayanan di rumah sakit dan dalam pengambilan keputusan etis.
Adanya Pusat Bioetika Kristen di Ukrida diharapkan perhatian terhadap isu-isu bioetika semakin meningkat.
Baca juga: Bahaya Ilmu Biologi dan Bioetika
"Ukrida, melalui Pusat Kajian Bioetika Kristen, aktif mengembangkan berbagai program penelitian dan pengabdian masyarakat dalam mengintegrasikan nilai-nilai Kristiani dengan perkembangan teknologi medis terkini," jelasnya.
Selanjutnya, Lydia Pratanu dari RSAB Harapan Kita menjelaskan perspektif praktis tentang teknologi genetika dan implikasi etisnya. Dia menyoroti kemajuan tes genetik dalam praktik kebidanan modern sembari mengingatkan tentang dilema etis yang menyertainya.
"Sebagai umat Kristiani, kita perlu memastikan bahwa teknologi digunakan sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti Tuhan," jelasnya.
Prof. David G. Smithard dari University of Greenwich, Inggris juga menyampaikan tantangan pelayanan medis sehubungan dengan akhir kehidupan.
Terkait euthanasia, Prof. David menekankan pentingnya pendampingan pasien hingga akhir hayat, di mana tugas utama praktisi medis adalah memberikan perawatan terbaik dengan pendekatan holistik yang memperhatikan aspek fisik dan psikologis pasien, bukan mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri kehidupan.