KOMPAS.com - Rendahnya literasi di Indonesia menjadi sebuah keprihatinan tersendiri. Data Institut Statistik UNESCO (UIS) menyebutkan, tingkat literasi global pada kalangan usia 15 tahun ke atas pada 2021 sebesar 86,3 persen.
Dan dari 208 negara yang disurvei, Indonesia menempati posisi ke-100 dengan tingkat literasi 95,44 persen.
Angka tersebut menempatkan Indonesia lebih rendah dari Filipina (96,62 persen), Brunei (96,66 persen), dan Singapura (96,677 persen).
Untuk meningkatkan literasi di kalangan pelajar, anggota Komisi X DPR RI Gamal Albinsaid mengusulkan pemerintah ataupun sekolah menghadirkan gerakan literasi.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi X Dorong Pemerintah Gratiskan Pendidikan Dasar Seluruh Indonesia
Seperti mewajibkan seluruh siswa membaca selama 15–30 menit sebelum kegiatan belajar-mengajar (KBM) dimulai.
"Kita harus melakukan sebuah gerakan literasi yang luwes dan lugas. Misalkan, mewajibkan seluruh siswa membaca 15–30 menit sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai pada pagi hari," terang Gamal Albinsaid seperti dikutip dari Antara.
Dia menambahkan, gerakan literasi ini juga bisa berupa mengintegrasikan literasi ke dalam pembelajaran. Tidak hanya dengan festival-festival literasi yang sifatnya seremonial.
Menurut Gamal Albinsaid, langkah seperti itu, bernilai penting untuk mengatasi persoalan rendahnya minat baca dan literasi masyarakat Indonesia.
Gamal mengatakan UNESCO telah menyatakan bahwa hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang memiliki minat baca.
Dari laporan The World Most Literate Nation Ranking oleh Central Connecticut State University (CCSU) di Amerika Serikat (AS) meletakkan Indonesia di peringkat 60 dari 60 negara terkait dengan urutan tingkat literasi.
Baca juga: Wapres Gibran Usul UU Perlindungan Guru, Komisi X: Sudah Ada UU Nomor 14
Gamal menyatakan, rendahnya literasi dan minat baca anak-anak Indonesia tersebut disebabkan oleh beberapa hal.
Antara lain aksesibilitas, penggunaan teknologi yang berlebihan, dan persoalan terkait budaya literasi.
"Kita harus melakukan percepatan yang akseleratif dalam mengembangkan literasi Indonesia," tandasnya.
Selain mewajibkan siswa membaca sebelum belajar, Gamal juga menyarankan pemerintah ataupun pihak-pihak terkait lainnya menghadirkan perpustakaan di ruang-ruang sendi kehidupan bermasyarakat. Seperti pasar, terminal, pesawat, bis, kereta api, penjara, kafe, dan mal.
Dia juga menyarankan pembangunan budaya literasi dengan apresiasi atau penghargaan atas kemajuan literasi peserta didik.
Serta membiasakan hadiah berupa buku, mengadakan kunjungan rutin ke perpustakaan, serta membiasakan dan menugaskan anak untuk membaca.
"Lalu dapat pula melakukan kegiatan menulis setelah membaca atau me-resume buku serta tidak mendominasi pembelajaran dengan menerangkan, melainkan dengan memberikan ruang dan penugasan membaca, melaksanakan bedah buku secara rutin, serta melibatkan semua stakeholder dalam membangun tradisi membaca," kata dia.
Baca juga: Mendikdasmen Paparkan 6 Program Prioritas Saat Raker Bersama Komisi X
Untuk membangun budaya membaca, lanjut Gamal, Indonesia harus membangun alasan yang mendorong anak-anak memiliki gairah membaca dan membuat mereka merasa "haus" atau membutuhkan pengetahuan.
"Tugas guru, orangtua, dan kita semua bukan sekadar menyampaikan apalagi meneruskan informasi, melainkan juga menjadi inspirator dan fasilitator anak-anak untuk memiliki minat dan budaya membaca. Mari, kita mulai dari rumah dan ruang kelas kita masing-masing," tutup dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.