JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat menghadapi dampak serius dari kegiatan alih fungsi lahan, yakni banjir bandang di Puncak, Bogor.
Tidak hanya di Bogor, banjir juga meluas ke wilayah lain di Jawa Barat seperti Bekasi maupun Depok.
Manager Kampanye Infrastruktur dan Tata Ruang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Eksekutif Nasional Dwi Sawung membenarkan kegiatan alih fungsi lahan memang menjadi pemicu fenomena banjir.
"Kita lihat sendiri curah hujan di atas lebih besar gitu ya, sebenarnya di sana begitu," ungkap Dwi saat dihubungi 优游国际.com, Rabu (5/3/2025).
Baca juga: Banjir Tahun Ini yang Menerjang Bekasi, Merendam 7 Kecamatan
Namun, apabila terjadi alih fungsi lahan, maka pohon yang awalnya berfungsi menyerap hujan, lama kelamaan akan menahan serapan air hujan.
"Jadi, langsung hilang gitu saja, jadi airnya langsung jadi mengalir ke sana semuanya. Jadi, banjir bandang gitu ya," tambahnya.
Dia pun mempertanyakan peran Project Management Office (PMO) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur) yang sampai saat ini belum terlihat.
Padahal, PMO tersebut telah dibentuk melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.
PMO Jabodetabekpunjur bertugas untuk membantu pelaksanaan tugas dan kewenangan Tim Koodinasi Penataan Ruang (TKPR) dalam tataran teknis.
Dwi yang tak tinggal di Jakarta tak melihat secara kasat mata peran dari Jabodetabekpunjur sendiri, terutama sektor transportasi.
"Apalagi yang secara kasat mata dirasakan langsung gitu ya, itu aja enggak kelihatan, apalagi yang total ruang yang enggak kelihatan, secara orang langsung harian itu enggak bisa lihat," lanjutnya.
Baca juga: Banjir Melanda, Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Jadi Fokus Utama
Oleh karena itu, Dwi menilai kehadiran PMO Jabodetabekpunjur belum efektif dalam mengatasi permasalahan banjir di wilayah tersebut.
Dwi menekankan diperlukan konsistensi kebijakan yang dilakukan Pemerintah, baik jangka panjang maupun menengah yang saat ini dirasa sangat minim.
"Jadi, kalau sekarang misalnya ngomongin alih fungsi enggak boleh tapi begitu sudah lewat masa bencana, tiba-tiba dikeluarkan peromohan seluas berhektar-hektar, tambang berhektar-hektar, wisata yang perlu berhektar-hektar. Itu kan jadi kayak ya pas bencana aja ngomongin yang benar gitu ya," tambahnya.
Dwi pun melihat banyak daerah resapan air seperti situ justru diterbitkan izin berupa sertifikat tanah.
"Itu kan harusnya enggak boleh, dan punya negara, lahan negara, milik bersama juga gitu, tiba-tiba ada sertifikatnya, dia juga enggak sinkron antara kebijakannya dengan apa yang dilakukan oleh beberapa pejabat tertentu, mengeluarkan izin gitu," tandas Dwi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.