优游国际

Baca berita tanpa iklan.

Situasi Covid-19 Kian Kritis, Epidemiolog: Kalau Cuma Begini-begini Saja, Kita Akan Hancur...

优游国际.com - 25/06/2021, 15:45 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengingatkan, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia kian mengkhawatirkan.

Menurut dia, hal itu berdasarkan positivity rate atau rata-rata angka positif dalam lima hari terakhir yang berada di atas 40 persen.

Pada 22 Juni 2021, angka positivitas menyentuh 51,6 persen, yang artinya dari 100 orang yang diperiksa, ada 51 yang positif.

"Situasi di Indonesia sudah kritis banget, indikatornya bisa dilihat dari positivity rate, itu nomor satu. Lalu yang kedua, bilangan reproduksi efektif atau tingkat penularan," kata Windhu kepada 优游国际.com melalui sambungan telepon, Jumat (25/6/2021) siang.

Windhu menjabarkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah membagi positivity rate dalam 4 gradasi:

  • Angka positivitas di bawah 2 persen, yang menunjukkan bahwa pandemi sudah hampir tidak ada. Disebut juga sebagai low accident
  • Angka positivitas antara 2-4,9 persen, atau yang disebut juga moderate accident
  • Angka positivitas antara 5-19,9 persen, disebut juga high accident
  • Angka positivitas di atas 20 persen, disebut sebagai very high incident, atau yang paling berbahaya.

Baca juga: Lonjakan Covid-19, 6 Tanaman Herbal Ini Mampu Tingkatkan Imunitas Tubuh

Indonesia, lanjut dia, selama berbulan-bulan menempati gradasi ke-4, atau very high incident, yang paling berbahaya.

Bilangan reproduksi efektif juga mengalami kenaikan secara terus menerus.

"Terakhir hitungan saya tanggal 17 Juni, itu belum setinggi sekarang, angkanya 1,21. Sebenarnya di atas 1 itu enggak boleh, karena untuk bisa disebut terkendali itu kalau angkanya di bawah 1, dan angkanya sampai sekarang naik terus," ujar Windhu.

"Belum lagi kasus hariannya, sudah tajam, curam, dan meningkat. Kan meningkatnya tajam, kalau yang Januari naikknya enggak tajam, akhir-akhir ini kan tajam naiknya," kata dia.

Dengan semakin naiknya angka positivity rate dan bilangan reproduksi efektif tersebut, tentu saja akan berdampak pada situasi sistem kesehatan.

Rumah sakit dan tenaga kesehatan, terang Windhu, kewalahan karena yang terjadi saat ini seperti "banjir bandang".

"Ini kan ibarat banjir bandang yang membawa balok-balok besar, penampungannya sudah meluap-luap. Gampang aja kalau misalnya mau nambah berapa pun bed-nya, tapi gimana dengan dokternya? SDM-nya gimana," kata Windhu.

Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 saat Liburan Sekolah, Epidemiolog: Tutup Tempat Wisata

Refleksi dan masih banyaknya masyarakat yang abai

Warga mengunjungi Pasar Musi di Depok, Jawa Barat, Senin (18/5/2020). Meskipun Kota Depok telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap ke-3 hingga 26 Mei 2020, namun masih banyak warga di pasar tersebut yang melanggar aturan tersebut dengan berkerumun, tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak fisik saat pandemi COVID-19.ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA Warga mengunjungi Pasar Musi di Depok, Jawa Barat, Senin (18/5/2020). Meskipun Kota Depok telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap ke-3 hingga 26 Mei 2020, namun masih banyak warga di pasar tersebut yang melanggar aturan tersebut dengan berkerumun, tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak fisik saat pandemi COVID-19.

Windhu mengingatkan, situasi akan semakin sulit jika pemerintah tidak segera mengambil langkah pasti dalam menangani kekritisan ini.

Pemerintah telah mengumumkan adanya penebalan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro (PPKM Mikro) pada 22 Juni 2021.

Penebalan PPKM Mikro tersebut dianggapnya bukan solusi yang seharusnya diambil oleh pemerintah.

"Ini keadaan luar biasa, kalau kita cuma begini-begini tok, cuma penebalan PPKM Mikro, ya akan hancur kita. Bisa saja seperti India, tapi kita enggak berharap seperti itu," ujar Windhu.

Menurut Windhu, tidak adanya langkah konkret dari pemerintah bukan satu-satunya persoalan penanganan pandemi di Indonesia.

Banyaknya yang masih abai terhadap protokol kesehatan juga semakin menambah kekusutan dalam penanganan pandemi.

"Bukan hanya ada, tapi masih banyak masyarakat yang abai. Kepatuhan masyarakat sekarang enggak sampai 40 persen secara umum, enggak banyak yang mau pakai masker dengan baik, banyak yang masih bepergian ke mana pun, itu sangat berisiko di masa seperti ini," kata Windhu.

Akibatnya, tingkat penularan akan semakin meninggi seperti yang terjadi saat ini. 

"Jadi kondisinya sudah luar biasa, tapi tentu masyarakat enggak bisa disalahkan dong, karena aturan dari pemerintah masih membolehkan begini-begini saja kok," kata Windhu.

Baca juga: 20.574 Kasus Covid-19 dalam Sehari, Ini Provinsi dengan Penambahan Tertinggi

Apa langkah yang perlu diambil?

Presiden Joko Widodo meninjau pelaksanaan vaksinasi Covid-19 massal di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Kamis (17/6/2021). Vaksinasi kali ini menyasar petugas stasiun, pekerja di stasiun, penumpang KRL serta penumpang kereta api.SETPRES/AGUS SUPARTO Presiden Joko Widodo meninjau pelaksanaan vaksinasi Covid-19 massal di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Kamis (17/6/2021). Vaksinasi kali ini menyasar petugas stasiun, pekerja di stasiun, penumpang KRL serta penumpang kereta api.
Windhu menyarankan, pemerintah sebaiknya memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam satu wilayah besar.

Menurut dia, India dapat dijadikan contoh dalam upayanya menurunkan angka penularan.

"Begitu dikecam oleh dunia internasional, India langsung me-lockdown negara-negara bagiannya, langsung banting stir, hanya dalam tempo 1 bulan India bisa menurunkan sampai 1/8 kasus puncak, itu luar biasa," kata dia.

Satu negara bagian di India, menurut Windhu, sama dengan satu provinsi di Indonesia.

Windhu mengatakan, saat lockdown, 98 persen populasi di India tidak keluar dari rumahnya. Hal itulah yang membuat laju penularan menjadi tersendat.

"Seperti itu, pemerintah harus mengambil langkah seperti itu, kalau enggak bisa lockdown seperti India, ya PSBB lah," ujar dia.

Namun, hal itu perlu diimbangi dengan pemberian bantuan sosial dari pemerintah karena masyarakat tidak bisa keluar rumah untuk mencari nafkahnya.

"Tapi saya kira kita bisa meniru India, wong di sana itu soal kemiskinannya sama, pemerintahnya juga tidak kaya, kemudian penduduknya justru jauh lebih besar, mestinya kita bisa," kata Windhu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

8 Tanda Ginjal Tidak Sehat yang Muncul di Mata, Salah Satunya Penglihatan Ganda

8 Tanda Ginjal Tidak Sehat yang Muncul di Mata, Salah Satunya Penglihatan Ganda

Tren
Mei 2025 Sudah Musim Kemarau, Kenapa Indonesia Masih Hujan? Ini Kata BMKG

Mei 2025 Sudah Musim Kemarau, Kenapa Indonesia Masih Hujan? Ini Kata BMKG

Tren
Belajar dari Nana Mirdad, Pahami Perbedaan Pinjol dan Paylater

Belajar dari Nana Mirdad, Pahami Perbedaan Pinjol dan Paylater

Tren
Warganet Khawatirkan QRIS Bisa Buka Data Pribadi, Benarkah Demikian?

Warganet Khawatirkan QRIS Bisa Buka Data Pribadi, Benarkah Demikian?

Tren
Kisah Malaysia Airlines MH17, Ditembak Rudal Buatan Rusia dan Hancur di Angkasa

Kisah Malaysia Airlines MH17, Ditembak Rudal Buatan Rusia dan Hancur di Angkasa

Tren
Mumi Bangsawan Peru Berusia 5.000 Tahun Ditemukan di Bekas Pembuangan Sampah

Mumi Bangsawan Peru Berusia 5.000 Tahun Ditemukan di Bekas Pembuangan Sampah

Tren
Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids 4-6 Mei 2025, Bisakah Dilihat dari Langit Indonesia?

Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids 4-6 Mei 2025, Bisakah Dilihat dari Langit Indonesia?

Tren
Alasan Harga Emas Turun di Minggu Ini, Bagaimana Prediksi ke Depan?

Alasan Harga Emas Turun di Minggu Ini, Bagaimana Prediksi ke Depan?

Tren
500 KPM PKH Jawa Timur Telah Lalui Graduasi, Masih Bisa Terima Bansos?

500 KPM PKH Jawa Timur Telah Lalui Graduasi, Masih Bisa Terima Bansos?

Tren
Indonesia Diapit 2 Bibit Siklon Saat Musim Kemarau, Cuaca Ekstrem Meningkat?

Indonesia Diapit 2 Bibit Siklon Saat Musim Kemarau, Cuaca Ekstrem Meningkat?

Tren
Minum Kopi di Pagi atau Sore Hari, Mana yang Lebih Sehat?

Minum Kopi di Pagi atau Sore Hari, Mana yang Lebih Sehat?

Tren
Diabetes Tipe 5 Resmi Diakui, Bagaimana Gejala Penyakit Ini?

Diabetes Tipe 5 Resmi Diakui, Bagaimana Gejala Penyakit Ini?

Tren
Siaran Langsung dan Link Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Sudirman 2025

Siaran Langsung dan Link Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Sudirman 2025

Tren
Waktu Makan Ternyata Bisa Pengaruhi Kesehatan Jantung, Ini Kata Dokter IPB

Waktu Makan Ternyata Bisa Pengaruhi Kesehatan Jantung, Ini Kata Dokter IPB

Tren
Viral Promotor Konser DAY6 Disebut Rugikan Konsumen, Apa Kata YLKI?

Viral Promotor Konser DAY6 Disebut Rugikan Konsumen, Apa Kata YLKI?

Tren
Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau