KOMPAS.com - Perjanjian Roem-Royen adalah perundingan antara Indonesia dengan Belanda yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik di awal kemerdekaan.
Perjanjian Roem-Royen diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dan berakhir pada 7 Mei 1949. Ini merupakan salah satu upaya bangsa Indonesia untuk menegaskan kedaulatan.
Tidak hanya melalui perlawanan fisik, perundingan internasional menjadi salah satu perjuangan jalur diplomatik untuk mempertahankan bangsa yang merdeka.
Baca juga: Latar Belakang dan Isi Perjanjian Linggarjati antara Indonesia dan Belanda
Sebelum perjanjian Roem-Royen, Belanda dan Indonesia telah mengadakan perjanjian Linggarjati pada 1946 dan perjanjian Renville pada 1948.
Perjanjian Renville dirasa merugikan Indonesia, sebab wilayah kedaulatan Indonesia menjadi semakin kecil.
Belanda merasa diuntungkan kemudian melanggar janji, yang pada 1 Desember 1948 secara sepihak tidak lagi terikat dengan perjanjian Renville.
Baca juga: Sejarah dan Isi Perjanjian Renville, Upaya Belanda untuk Menguasai Indonesia
Buntutnya, pada 19 Desember, Belanda menyerang Ibu Kota Indonesia di Yogyakarta. yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II.
Bahkan Belanda juga menangkap dan menawan Presiden Soekarno serta Wakil Presiden Moh Hatta.
Dikutip dari laman , Belanda menyadari bahwa Agresi Militer yang dilakukan justru menjadikan perlawanan rakyat Indonesia semakin meluas.
Hal itu juga membuat dunia internasional melakukan tekanan kepada Belanda. Maka, tidak ada jalan lain selain mengikuti anjuran PBB untuk kembali ke meja perundingan.
Pada 4 Januari 1949, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memerintahkan Belanda dan Indonesia menghentikan masing-masing operasi militernya.
Selain itu United Nations Commission for Indonesia (UNCI) membawa perwakilan kedua negara ke meja perundingan pada 17 April 1949.
Perundingan ini dipimpin oleh Merle Cochran, dengan delegasi RI diwakili oleh Mr. Mohammad Roem dan Belanda diketuai oleh Dr. JH. van Royen.
Baca juga: Sejarah dan Isi Perjanjian Giyanti yang Menandai Pecahnya Mataram Islam
Perundingan berakhir pada 7 Mei 1949 dengan hasil Pemerintah RI termasuk para pemimpin yang ditawan akan dikembalikan ke Yogyakarta.
Selain itu, kedua belah pihak sepakat untuk melaksanakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.