MASYARAKAT tengah dihebohkan dengan beredarnya uang palsu, dampak dari kasus pengedaran uang palsu di lingkungan UIN Makassar, Sulawesi Selatan.
Polda Sulawesi Selatan telah menetapkan 17 orang sebagai tersangka. Beberapa di antaranya ada yang berprofesi sebagai pegawai Bank BUMN dan dosen di kampus setempat.
Polisi juga telah menyita barang bukti uang palsu senilai triliunan rupiah, termasuk sejumlah mata uang asing.
Uang palsu yang dicetak di dalam ruang perpustakaan kampus UIN Makassar tersebut, belakangan diketahui telah beredar di kalangan masyarakat luas.
Baca juga: Uang Palsu Ratusan Triliun Dicetak di Kampus UIN Makassar, Siapa Dalangnya?
Hal tersebut menyebabkan kehebohan di tengah masyarakat lantaran nominal yang telah beredar tidak sedikit dan merasa takut mendapatkan uang palsu tersebut tanpa sadar.
Hal ini diperkeruh dengan pernyataan Kepala Bank Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan, Rizki Ernadi Wimanda, bahwa uang palsu yang diproduksi sindikat UIN Makassar sangat sulit dibedakan secara kasat mata dengan uang asli.
Hal ini membuat masyarakat mempertanyakan perlindungan hukum bagi mereka yang mungkin mempunyai salah satu cetakan uang palsu UIN Makassar tersebut.
Kasus peredaran uang palsu, tak hanya kasus UIN Makassar, tapi di seluruh Indonesia terus menjadi perhatian serius karena dampaknya yang luas terhadap masyarakat.
Peredaran uang palsu tidak hanya merugikan individu secara finansial, tetapi juga menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem keuangan dan memengaruhi stabilitas ekonomi.
Korban uang palsu sering kali berada dalam posisi sulit, menghadapi kerugian langsung tanpa ada mekanisme ganti rugi yang jelas.
Dampak yang dirasakan oleh korban uang palsu sangat beragam. Kerugian finansial merupakan dampak paling nyata, di mana uang palsu yang diterima tidak memiliki nilai sebagai alat pembayaran.
Hal ini sering kali membuat korban merasa frustasi, terutama jika uang tersebut diterima dalam transaksi yang sah.
Selain itu, korban dapat mengalami tekanan psikologis karena merasa tertipu atau takut melaporkan kasus tersebut, mengingat dalam beberapa situasi, korban malah dicurigai sebagai pelaku yang mencoba mengedarkan uang palsu.
Tidak jarang pula stigma sosial muncul, terutama jika korban tidak segera dapat membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam peredaran uang palsu.
Baca juga: 17 Tersangka Kasus Uang Palsu UIN Makassar, Siapa dan Apa Perannya?
Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana hukum di Indonesia melindungi korban uang palsu, termasuk langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi peredaran uang palsu secara menyeluruh.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama melalui Pasal 244 dan Pasal 245 memberikan ancaman pidana berat kepada pelaku pemalsuan uang, dengan hukuman hingga 15 tahun penjara.
Sanksi ini mencerminkan sifat delik yang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap keamanan negara, karena uang palsu dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang negara.