优游国际

Baca berita tanpa iklan.

Penangkapan Mahasiswi ITB Karena Unggah Meme Jokowi dan Prabowo, Bagaimana Batasan Kebebasan Berekspresi?

优游国际.com - 11/05/2025, 13:00 WIB
Muhammad Iqbal Amar,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mahasiswi Institut Teknologi Bandung (IPB) ditangkap polisi karena mengunggah meme AI tak senonoh Presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo di media sosial.

Pihak kepolisian mengonfirmasi penangkapan mahasiswi ITB tersebut.

"Benar, seorang perempuan berinisial SSS telah ditangkap dan diproses," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko, kepada wartawan di Jakarta dikutip dari 优游国际.com, Jumat (9/5/2025).

Perempuan berinisial SSS itu ditangkap polisi karena diduga melanggar Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Meski pihak kampus telah menyampaikan permohonan maaf dan Istana Negara menerimanya, proses hukum pun masih berjalan.

Desakan untuk membebaskan SSS pun datang dari Amnesty Internasional dan mahasiswa ITB yang menilai sebagai kebebasan berekspresi.

Penangkapan SSS dinilai mencederai kehidupan demokrasi dan menunjukkan pemerintah yang anti kritik.

Lantas bagaimana kasus penangkapan mahasiswi ITB dari perspektif hukum dan kebebasan berekspresi?

Baca juga: Didukung Prabowo, Kenapa DPR Baru Bahas RUU Perampasan Aset pada 2026?

Apakah kebebasan berekspresi mahasiswi ITB kelewat batas?

SSS diketahui mengunggah meme kontroversial dengan gambar AI Prabowo dan Jokowi yang bermaksud mengkritik kebijakan pemerintah.

Ilustrasi visual yang mengandung nada kritik tersebut menyentuh aspek sesksualitas kedua pejabat negara itu.

Menanggapi hal itu pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat menilai, apa yang dilakukan SSS merupakan salah satu bentuk kebebasan berekspresi yang melewati batas.

Menurutnya, kebebasan berekspresi. sebenarnya hak fundamental yang dijamin oleh demokrasi.

Meme menjadi salah satu ekspresi politik bernada satire sebagai bentuk kritik kepada kekuasaan.

Namun, dalam konteks politik di Indonesia kebebasan berekspresi semacam itu sangat berisiko dianggap sebagai pelecahan terhadap pejabat negara.

"Kebebasan berekspresi itu ada batasnya jika mengarah kepada kekerasan, menghinda martabat secara personal, atau menimbulkan kerusakan yang nyata," ujar Cecep saat dimintai tanggapan 优游国际.com, Minggu (11/5/2025).

Baca juga: Respons Jokowi, Prabowo, dan Luhut soal Pemakzulan Gibran, Apa Kata Mereka?

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau