KOMPAS.com - Munculnya serangan digital terhadap Project Multatuli dinilai menandakan keamanan dan kebebasan pers di Indonesia dalam kondisi tidak baik.
"Ini kedua kali kami mengalami serangan digital," kata Direktur Eksekutif Project Multatuli Evi Mariani melalui surat elektronik pada Jumat (17/3/2023).
Evi mengatakan bahwa pihaknya yakin bahwa serangan yang ditujukan terhadap Project Multatuli terkait pemberitaan.
"Keduanya berkaitan dengan (pemberitaan) perjuangan ibu demi keadilan atas kekerasan seksual yang menimpa anak-anaknya, dan keduanya berkaitan dengan bagaimana polisi menangani laporan sang ibu," ujar Evi.
Baca juga: Intelijen Polisi Menyamar Jadi Wartawan Dinilai Ancaman Serius bagi Pers
Adapun, Project Multatuli menerbitkan dua berita terkait kasus pencabulan anak di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, pada hari Sabtu (11/3/2023), dan Senin (13/3/2023).
Penanganan kasus itu oleh kepolisian diduga tidak sesuai prosedur, yang disertai pemaksaan terhadap kakak korban agar mengaku sebagai pelakunya.
Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Erick Tanjung mengungkapkan, pihaknya menilai serangan digital pada Project Multatuli adalah bentuk upaya membungkam kritik.
Dia menjelaskan, serangan digital pada media yang menerbitkan berita kritis semakin marak. Upaya menghalangi kerja jurnalistik itu mengancam kebebasan pers dan demokrasi.
Padahal, hal-hal itu telah dijamin Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 di sana bahkan juga mengatur sanksi pidana bagi pelaku penghalang-halangan kerja jurnalistik.
Bila serangan seperti itu terus dibiarkan tanpa penanganan tegas, bisa memunculkan kekhawatiran media-media ketika akan memproduksi berita kritis.
"Selain itu, serangan terhadap media juga akan mengurangi akses masyarakat terhadap informasi yang penting, dalam meminta akuntabilitas terhadap pihak yang berkuasa," kata Erick, melalui siaran pers, Jumat (17/3/2023).
Baca juga: Daftar Serangan Siber terhadap Media dan Jurnalis Indonesia Beberapa Tahun Terakhir
Komite Keselamatan Jurnalis mendesak agar pemerintah menyatakan dan mengakui serangan terhadap jurnalis dan media sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serius.
Aparat hukum agar menyelidiki dan menyidik serangan digital pada PM itu secara menyeluruh dan independen. Sementara pihak yang keberatan atas berita bisa menyampaikan hak jawab atau melaporkannya pada Dewan Pers.