KOMPAS.com - Israel menuding Rumah Sakit (RS) Indonesia di Gaza menjadi tempat persembunyian tentara maupun senjata Hamas. Padahal, keberadaan RS Indonesia murni atas dasar kemanusiaan.
Rumah sakit yang berlokasi di Bayt Lahiya, utara Gaza, didirikan sebagai bentuk kepedulian masyarakat Indonesia terhadap Palestina yang dilanda konflik berkepanjangan dengan Israel.
RS Indonesia dapat berdiri dan beroperasi, sebagian besar berkat dana sumbangan rakyat. Pembangunan rumah sakit bermula dari program jangka panjang bertajuk di Gaza.
Organisasi sosial kemanusiaan ini berdiri pada 14 Agustus 1999. Selain melaksanakan misi kemanusiaan di Tanah Air, MER-C juga bertugas di daerah konflik, seperti Afghanistan, Lebanon, Sudan, Somalia, dan Palestina.
Baca juga: [HOAKS] Hamas Memanipulasi Kematian Anak di Gaza Setelah Serangan Israel
Pada Agustus 2010, MER-C resmi membuka cabang di Gaza dan telah diakui keberadaannya oleh pemerintah Palestina di Gaza. MER-C mengirim misi kemanusiaan di Gaza saat agresi militer Israel ke Jalur Gaza.
Dikutip dari buku Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi, Upaya Penyelesaian Konflik Israel-Palestina (2023) karya Masyrofah, anak-anak Palestina yang menjadi korban perang antusias dengan kehadiran tim MER-C.
Pasalnya tim tersebut mendatangi sekolah-sekolah di Gaza dan memperkenalkan mereka dengan alat musik angklung, permainan congklak, dan membagikan buku.
Dalam rangka mempererat hubungan Indonesia dan Palestina, muncul inisiasi untuk membangun sebuah rumah sakit di Gaza. Daerah bernama Bayt Lahiya dipilih menjadi lokasi pembangunan.
Tanah rumah sakit merupakan tanah wakaf dari Pemerintah Palestina seluas 16.261 meter persegi. Pembangunan RS Indonesia di Gaza dimulai pada 14 Mei 2011.
Dana awal pembangunan rumah sakit sebesar Rp 15 miliar bersumber dari sisa sumbangan masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia berhasil mengumpulkan Rp 23 miliar untuk disumbangkan kepada warga Palestina.
Dana tersebut kemudian digunakan untuk membeli obat-obatan, ambulans, dan kebutuhan medis lainnya bagi korban perang. Setelah gencatan senjata pada 2009, masih tersisa cukup dana.
Baca juga: Video Latihan Penanganan Jenazah di Malaysia Tidak Terkait Konflik Israel-Palestina
Para relawan melakukan survei untuk memutuskan pemanfaatan sisa dana bantuan. Akhirnya, mereka sepakat untuk membangun RS Indonesia yang nantinya juga difungsikan sebagai Trauma Center.
Untuk membangun sebuah rumah sakit diperkirakan membutuhkan biaya mencapai Rp 30 miliar. Lantas, MER-C mendapat dukungan bantuan dana dari pemerintah Indonesia sebesar Rp 20 miliar yang disalurkan melalui Kementerian Kesehatan.
Desain, arsitektur, dan kelistrikannya dirancang oleh orang Indonesia yang bekerja secara sukarela. Sementara, MER-C cabang Belanda dan Jerman memberikan hibah peralatan rumah sakit.