KOMPAS.com - Pemerintah Brasil mendesak Meta (perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp) untuk segera memberikan penjeasan terkait kelanjutan program cek fakta.
Langkah ini diambil setelah Meta menghentikan program cek fakta di Amerika Serikat dan mengurangi pembatasan diskusi seputar topik-topik seperti imigrasi dan identitas gender.
Dilansir , Jaksa Agung Jorge Messias mengatakan, Pemerintah Brasil memberikan waktu kepada Meta hingga Senin (13/1/2025) untuk memberikan penjelasan.
"Saya ingin menyampaikan keprihatinan yang sangat besar dari pemerintah Brasil mengenai kebijakan yang diadopsi oleh perusahaan Meta," kata Messias pada Jumat (10/1/2025).
"Masyarakat Brasil tidak akan bergantung pada kebijakan semacam ini," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan bahwa keputusan Meta menghentikan program cek fakta di AS adalah masalah yang sangat serius.
"Saya akan mengadakan pertemuan hari ini untuk membahas masalah ini," kata Lula, seperti diberitakan , Kamis (9/1/2025).
Menurut Lula, komunikasi digital di platform media sosial harus memiliki akuntabilitas yang sama dengan yang dimilki oleh media cetak selama ini.
"Seolah-olah seseorang dapat dihukum karena tindakannya di dunia nyata, namun tidak bisa dihukum karena melakukan hal yang sama di dunia maya," ujar Lula.
"Apa yang kami inginkan adalah agar setiap negara dihormati kedaulatannya. Tidak seorang pun, baik satu, dua, atau tiga orang, dapat berpikir bahwa mereka dapat merongrong kedaulatan suatu negara," tuturnya.
Keputusan Meta ini terjadi pada saat terjadi perubahan dalam strategi komunikasi pemerintah Brasil. Lula memutuskan untuk mengganti Paulo Pimenta di Sekretariat Komunikasi Sosial dengan ahli strategi pemasaran Sidonio Palmeira.
Pada Rabu (8/1/2025) Sidonio mengatakan bahwa keputusan Meta mengakhiri kerja sama dengan pemeriksa fakta di AS merupakan masalah bagi demokrasi.
“(Tanpa pengecekan fakta) Anda tidak dapat mengontrol penyebaran kebencian, informasi yang salah dan berita palsu," kata Sidonio, seperti diberitakan .
Sidonio menambahkan bahwa Brasil perlu mengatur media sosial, seperti halnya di Eropa.
Sementara itu, Hakim Brasil Alexandre de Moraes mengatakan, perusahaan media sosial harus mematuhi hukum dan perundang-undangan domestik agar dapat tetap beroperasi di Brasil.