优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Salin Artikel

Polemik Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA, Sistem Peminatan Dinilai Bermasalah

KOMPAS.com - Rencana diterapkan lagi penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA di SMA menimbulkan polemik di masyarakat termasuk para aliansi guru.

Perhimpunan Guru dan Pendidikan (P2G) misalnya, mereka menilai penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa tidak relevan diadakan jika hanya didasarkan dengan pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA).

Menurut P2G tanpa penjurusan itu siswa masih tetap bisa ikut TKA meski menggunakan sistem peminatan seperti saat ini.

"Kalau sudah adaTKA ya sebenarnya penjurusan udah enggak relevan lagi secara otomatis," kata Koordinator Nasional (Koornas) P2G Satriwan Salim kepada 优游国际.com, Sabtu (12/4/2025).

Tidak perlu lagi penjurusan di SMA diadakan

Satriwan menjelaskan, jika siswa ingin ikut TKA, bisa melakukan peminatan pada kelas 11. Lalu, saat ingin ikut TKA tinggal memilih mata pelajaran yang sesuai dengan peminatan di perguruan tinggi. Oleh karena itu, Satriwan merasa tidak perlu lagi penjurusan di SMA diadakan.

"Anak kelas 9 misal ambil pilihan mapel dengan formula Kurikulum Merdeka hingga saat ini Biologi, Kimia, Bahasa Inggris, Sosiologi. Dia ingin ambil jurusan Kedokteran. Ya pada saat TKA mapel pilihan yang diteskan Biologi dan Kimia, sudah pasti itu," terang dia.

Kendati demikian, jika penjurusan kembali diterapkan Satriwan menilai guru tidak akan kesulitan melakukan implementasinya karena sudah lunya pengalaman penerapan sebelumnya.

Namun, Satriwan menyayangkan perubahan kebijakan dari awalnya tidak ada penjurusan lalu kembali diadakan kembali menunjukkan pemerintah tidak konsisten. Serta memilih mengganti kebijakan dengan kebijakan lain yang memiliki esensi sama.

"P2G melihat ini adalah bentuk diskontinuitas dalam implementasi kebijakan pendidikan nasional ya. Jadi memang ada kesannya gitu ya pendidikan kita ini kebijakannya itu, maju mundur, maju mundur persoalannya masih hal yang sama. Padahal secara substansi masih sama gitu kan ya atau ganti program padahal secara esensi juga masih sama dengan yang sebelumnya," tuturnya.

Satriwan menilai, seharusnya pemerimtah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah harus membuat kebijakan pendidikan sesuai dengan peta jalan pendidikan Indonesia 2025-2045.

Peta jalan tersebut sudah dibuat oleh Presiden ke-7 Joko Widodo dan berlaku selama 20 tahun ke depan.

"Sehingga kebijakan-kebijakan terkait dengan pendidikan dan guru itu harusnya mengacu kepada peta jalan pendidikan nasional yang sudah didesain semikian rupa oleh pemerintah sebelumnya yang berlaku 20 tahun termasuk RPJMN ya," pungkas Satriwan.

Dukung penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa

Berbeda dengan P2G, rencana pelaksanaan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa justru mendapatkan respons positif dari Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI).

Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan, apabila para siswa tidak memiliki ilmu pengetahuan yang baik, maka tidak dapat memiliki peminatan khusus untuk mendalami ilmu tersebut.

"Harapannya agar siswa menguasai semua ilmu itu dengan baik, tapi jika tidak siap yang terjadi malah siswa tidak mendapatkan ilmu apa-apa atau hanya mendapatkan sedikit,” ujar Unifah dikutip dari rilis resminya, Minggu (13/4/2025).

Menurutnya, dengan adanya penjurusan IPA, IPS dan Bahasa itu bagus agar siswa bisa mempelajari ilmu sesuai dengan minatnya dan menjadi ahli.

Sementara itu, berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh praktisi pendidikan Heriyanto, bahwa saat penghapusan penjurusan SMA di lapangan tidak sepenuhnya dapat dijalankan dengan baik.

"Terlalu dini di kelas XI awal, siswa harus menetapkan profesinya apa kelak. Sehingga ada beberapa mata pelajaran yang perlu diambil dan dilepaskan, padahal itu adalah mata pelajaran dasar yang sangat diperlukan," ungkap Heri.

Dia memberikan contoh, jika siswa yang memilih Kedokteran dapat melepaskan Fisika, dan konsentrasi pada Biologi dan Kimia.

Namun persoalan yang sering muncul adalah ketika pilihan profesi siswa bisa saja berubah di kelas XII menjadi teknik.

"Sedangkan dalam 2 atau 3 semester sebelumnya, mereka tidak mempelajari fisika," imbuh Heriyanto.

Ia menambahkan bahwa belum adanya sinkronisasi antara pendidikan SMA dengan perguruan tinggi.

Hal ini dikarenakan beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN), pada tahun pertama mahasiswa baru harus lulus dalam perkuliahan bersama untuk mata pelajaran Fisika, Kimia, dan Biologi walaupun jurusannya bukan teknik.

"Sehingga mata pelajaran tersebut, tetap diajarkan sebagai bekal di PTN nantinya, termasuk untuk pilihan IPS. Karena apabila siswa yang memiliki cita-cita menjadi akuntan dapat melepaskan geografi atau sosiologinya. Namun apabila berubah menjadi ahli hukum diberikan syarat kedua pelajaran tersebut akan dipelajari saat di perguruan tinggi," ungkap Heri.

Sistem peminatan banyak kekurangan

Senada dengan Heri, Direktur Eksekutif Yayasan Cendekia Budy Sugandi menilai ada banyak kekurangan dari sistem peminatan yang diterapkan di SMA.

Salah satu kekurangan itu, kata Sugandi, adalah siswa menjadi kesulitan untuk memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat.

"Siswa kebingungan memilih mata pelajaran yang sesuai bakat minat dan potensi mereka karena minimnya asesmen bakat minat potensi dan karier yang komprehensif yg disediakan sekolah baik melalui bimbingan karier maupun pola lain," kata Sugandi melalui keterangan tertulis, Minggu (13/4/2025).

Kekurangan selanjutnya, lanjut Sugandi adalah tingkat kedalaman pemahaman siswa terhadap materi menjadi rendah.

Karena mereka harus mengambil mata pelajaran dari berbagai bidang tanpa integrasi yang jelas dalam satu rumpun jurusan.

Sekolah pun menjadi kesulitan untuk menyediakan sumber daya guru untuk memenuhi semua kombinasi mata pelajaran.

"Karena keterbatasan jumlah guru dan jadwal, dan ketersediaan sarpras penunjang mapel (mata pelajaran)," ujarnya.

Sugandi juga melihat adanya ketimpangan antar-sekolah karena sekolah unggulan biasanya lebih mampu menyelenggarakan sistem peminatan.

Peminatan mata pelajaran di Kurikulum Merdeka, setiap sekolah juga berbeda-beda sehingga menyulitkan mutasi siswa ke sekolah lain.

"Karena pilihan mapelnya berbeda," ungkapnya. Selain itu, sekolah kesulitan untuk mengarahkan siswa saat melanjutkan ke jurusan di perguruan tinggi karena ketidak sesuaian mata pelajaran yang diambil dan jurusan yang akan ditempuh di perguruan tinggi.

Baik melalui Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) maupun jalur lainnya.

"Pemilihan minat mapel pendukung pada SNBP di Kurikulum Merdeka menimbulkan masalah baru karena ada siswa yg nilainya bagus-bagus tetapi saat ikut SNBP tidak punya mapel pendukung," pungkas Sugandi.

/edu/read/2025/04/14/090100671/polemik-penjurusan-ipa-ips-dan-bahasa-di-sma-sistem-peminatan-dinilai

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke