KOMPAS.com - Dunia pendidikan dokter spesialis belakangan ini ramai menjadi sorotan karena marak terjadi kasus pelecehan seksual hingga perundungan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada sebanyak 620 laporan kasus perundungan di lingkungan kerja program pendidikan dokter spesialis atau PPDS dalam dua tahun terakhir.
Tiga kasus diantaranya disebut kasus kekerasan seksual yang kian mencoreng wajah pendidikan kedokteran.
Terbaru, mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Indonesia (UI) juga ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual.
Terkait hal itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah akan mewajibkan calon mahasiswa PPDD menjalani tes psikologi. Budi menjelaskan, tes psikologi diadakan untuk melihat kondisi kejiwaan para calon siswa tersebut.
“Saat rekrutmen calon peserta pendidikan dokter spesialis itu diwajibkan untuk mengikuti tes psikologis. Sehingga dengan demikian kita bisa mengetahui kondisi kejiwaan dari yang bersangkutan untuk bisa melakukan pendidikan ini,” kata Budi dikutip dari 优游国际 TV, Senin (21/4/2025).
Tes psikologis bagi dokter PPDS
Menurut Budi, penting untuk melakukan tes psikologis agar masyarakat dapat terlayani dengan baik. Selain itu, Budi juga meminta ada skrining selama enam bulan sekali untuk melihat kondisi mental pada peserta PPDS selama menjalani pendidikan.
“Sehingga kalau ada hal-hal yang menunjukkan ada tekanan yang sangat di mental mereka bisa kita identifikasi dengan lebih tinggi,” uja Budi.
Sebelumnya, Budi juga menyesali terjadinya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa calon dokter spesialis Universitas Padjadjaran (Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat.
Budi menyatakan, kasus tersebut sungguh memprihatinkan dan akan berdampak terhadap peserta didik maupun masyarakat umum.
“Ini benar-benar sangat memprihatinkan, dan kami menyesalkan sekali kejadian-kejadian yang berdampak bukan hanya kepada peserta didik tetapi juga bagi masyarakat semua,” kata Budi dalam konferensi pers di Gedung Kemenkes, Jakarta, Senin (21/4/2025).
Budi Gunadi pun meminta agar proses rekrutmen calon dokter spesialis melalui PPDS diperbaiki guna mencegah kejadian serupa berulang.
“Kami merasa harus ada perbaikan yang serius, sistematis, dan konkrit bagi program pendidikan dokter spesialis ini,” ucap dia.
Batasan beban kerja dokter PPDS
Terkait kasus perundungan, Menkes Budi mengaku banyak mendengar jam kerja mahasiswa PPDS sering kali mendapat beban kerja yang sangat banyak. Apalagi kata Budi, mahasiswa PPDS sering kali bekerja melebihi jam kerja yang seharusnya.
“Kami mendengar bahwa peserta didik dokter spesialis ini dipaksa bekerja luar biasa. Banyak yang bilang ini untuk latihan mental, tapi menurut saya terlalu berlebihan,” kata Budi dikutip dari 优游国际 TV, Senin (21/4/2025).
Budi menjelaskan, aturan mengenai jam kerja bagi PPDS sebenarnya sudah ada aturan dan diterapkan di seluruh dunia.
Oleh karena itu, Budi meminta semua rumah sakit yang berada di bawah naungan Kemenkes untuk mematuhi aturan jam kerja yang ada.
"Aturan-aturan mengenai jam kerja bagi peserta didik itu dan seluruh dunia juga ada. Saya minta ini benar-benar dipatuhi," ujarnya.
Kendati memang harus bekerja lembur, Budi meminta agar mahasiswa PPDS diberi libur pada hari berikutnya untuk mencegah kelelahan yang berdampak pada kesehatan mental.
"Kalau mereka harus bekerja over time harus libur di satu hari berikutnya. Karena beban kerja yang sangat tinggi kalau dilakukan terus menerus akan sangat menekan kondisi psikologis," ungkapnya.
Menkes juga minta pada semua rumah sakit Kementerian Kesehatan yang melakukan pendidikan dokter spesialis ini secara disiplin mematuhi jam kerja para peserta didik.
Selain itu, Budi juga mendengar banyak mahasiswa PPDS diminta untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bukan tanggungjawabnya. Seperti menjadi kurir laboratorium, mengambil obat dan lain sebagainya.
"Saya sering kali mendengar bahwa para peserta didik disuruh-suruh melakukan pekerjaan yang seharusnya tidak ada hubungannya dengan mereka. Jadi harus diawasi oleh direktur utama pendidikan (di rumah sakit) bahwa mereka benar-benar bekerja sebagai dokter yang belajar kompetensi tinggi," pungkas Budi.
Langkah bersama
Sementara itu, Kementerian Pendidikan Tinggi Sains Teknologi (Kemendikti Saintek) bersama Kemenkes menyiapkan panduan penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan kedokteran.
Panduan tersebut akan disusun oleh komite bersama yang dibentuk oleh Kemendikti Saintek dan Kemenkes.
"Kami telah membentuk Komite bersama untuk menyusun pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan (seksual) di pendidikan kedokteran," ujar Mendiktisaintek, Brian Yuliarto dalam siaran YouTube, Senin, 21 April 2025.
Panduan tersebut nantinya diharapkan bisa menjadi langkah preventif agar kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan kedokteran tak terjadi lagi.
Selain itu, diharapkan bisa menjadi langkah perbaikan dan perubahan sistem pendidikan profesi dokter bisa berjalan lebih baik.
Brian juga menegaskan, kasus pemerkosaan anak pasien yang dilakukan dokter residen Universitas Padjadjaran (Unpad) bernama Priguna Anugerah Pratama mencederai rasa keadilan dan martabat manusia.
Selain itu, kasus pemerkosaan oleh Priguna merusak kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan kedokteran dan rumah sakit sebagai tempat belajar.
"Peristiwa ini tentu mencederai rasa keadilan, martabat kemanusiaan, dan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan kedokteran serta rumah sakit sebagai tempat belajar dan memberikan pelayanan," kata Brian.
Brian menegaskan, segala bentuk kekerasan seksual di ruang pendidikan dan pelayanan kesehatan harus harus ditindak tegas tanpa toleransi baik secara akademik, administratif, dan hukum. Karena tekanan, kasus ini tidak dapat dianggap sebagai peristiwa yang hanya terjadi pada suatu hari.
“Kita tidak boleh memandang kasus ini sebagai peristiwa individual semata. Kasus ini sebagai alarm atas perlunya evaluasi dalam sistem pendidikan profesi kedokteran kita,” tambah Brian.
Brian mengapresiasi langkah cepat Universitas Padjadjaran telah menonaktifkan Priguna dari seluruh kegiatan pendidikan dan klinik dalam waktu 24 jam sejak kasusnya dilaporkan.
Selain itu, Rektor Unpad juga telah mengeluarkan Priguna dari studi secara permanen. Pelaku langsung dinonaktifkan dari seluruh kegiatan akademik maupun klinik, investigasi internal juga dilakukan dan pelaku sudah mengakui perbuatannya.
Sebelumnya, Brian mengingatkan kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan sudah beberapa kali terjadi.
Menurutnya, kasus kekerasan seksual ini merupakan ujian sistem pendidikan profesi kedokteran untuk semua pihak baik dari pemerintah maupun institusi pendidikan.
“Kami dari Kemdikti saintek bersama Kemenkes dan institusi lainnya, kami akan bekerja tanpa ada kompromi. Dunia tambah pendidikan harus bersih dari kekerasan,” Brian.
Ia pun diangkat kepada pimpinan perguruan tinggi yang memiliki fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, pendidikan klinik, dan masyarakat untuk bersama-sama membenahi sistem pendidikan profesi kedokteran.
“Menjadikan ruang pendidikan termasuk sistem di rumah sakit sebagai tempat yang aman dan aman,” tambah Brian.
Tak ada toleransi
Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal juga angkat bicara terkait maraknya kasus terungkap yang dilakukan oleh dokter PPDS.
Dia memastikan bahwa negara tidak akan pernah menoleransi setiap tindakan asusila yang dilakukan oleh dokter. Ia menegaskan, dokter di Indonesia harus menjaga moral dan etika setiap menjalankannya.
“Negara tidak boleh menjelek-jelekkan, semua penegak hukum juga harus terus mengawasi,” ujar Cucun lewat keterangan tertulisnya, Rabu (16/4/2025).
Jika terus berlanjut, setiap pelanggaran etika profesi dan moral yang dilakukan oleh dokter akan merugikan banyak orang.
Sebab, pasien tentu akan memiliki rasa ketidakpercayaan terhadap dokter karena adanya kasus-kasus kekerasan seksual tersebut.
“Juga tentu sisi merusak kemanusiaan karena ulah orang ini (dokter tak bermoral). Makanya menegakkan hukum jangan main-main, dan negara tidak akan menunjukkan apa yang mereka lakukan,” tegas Cucun.
/edu/read/2025/04/22/120144171/polemik-dokter-ppds-indonesia-dari-perundungan-hingga-lakukan-pelecehan