KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 membuat sebagian siswa di Indonesia masih harus melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) guna menghindari penularan Covid-19 di lingkungan sekolah.
Meski kesehatan dan keselamatan siswa, guru, orangtua adalah yang utama, namun proses belajar dari rumah selama PJJ sarat akan kendala, terutama bagi siswa dan orangtua dengan keterbatasan akses internet dan biaya.
Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan, persoalan PJJ terbagi atas 2 (dua) hal, yaitu PJJ Luring atau luar jaringan dan PJJ Daring atau dalam jaringan.
Baca juga: PGRI Ikut Mundur dari Organisasi Penggerak Kemendikbud, Ini Alasannya
Menurut Satriwan, persoalan hambatan selama PJJ tak hanya keterbatasan akses internet dan listrik, tetapi juga kepemilikan gawai pintar.
Di Jakarta dan Bodetabek sendiri misalnya, FSGI mendapat laporan masa PJJ Fase II ini masih banyak siswa tak memiliki gawai pintar secara pribadi.
"Punya gawai hanya satu, itupun dipegang ortu. Alhasil tak bisa ikut pembelajaran daring bersama temannya di siang hari," papar Satriwan dalam keterangan tertulis yang diterima 优游国际.com.
Keterbatasan terhadap akses internet, listrik, hingga tidak punya gawai membuat pembelajaran dilakukan dengan metode "Guru Kunjung ke Rumah Siswa".
Tetapi, metode tersebut dinilai Satriwan tak efektif, sebab jumlah guru tak memadai jika harus melayani semua siswa 3 angkatan, misalnya di SMP dan SMA.
Baca juga: Dana KJP Plus Bulan Juli Cair Hari Ini, Berikut Jadwalnya
Lalu, hambatan lainnya ialah waktu yang sangat terbatas, bahkan sering kali guru tak bisa berkunjung karena faktor geografis yang sulit ditempuh.
Fakta ini, terang Satriwan, terjadi di Kab. Konawe Selatan, Kab. Bima, Kab. Halmahera Selatan, Kab. Ngada, Kab. Alor, Kab. Timur Tengah Utara, Kab. Timur Tengah Selatan, Kab. Jayawijaya, Kab. Keerom dan beberapa kabupaten lainnya.
Sedangkan metode daring dinilai relatif lebih baik, sebab ada kemewahan yang dimiliki oleh siswa, guru, dan orang tua terhadap akses laptop, komputer, gawai, dan akses internet.
Sumber pembelajaran lebih variatif, metode yang dipilih juga demikian. Sebab guru bisa belajar dan dilatih secara online juga.
Namun, Satriwan menyebut tak semua siswa punya gawai pintar. Ada pula masalah kenaikan pengeluaran rumah tangga karena harus membeli kuota internet yang ekstra.
Baca juga: Muhammadiyah-NU Mundur dari Organisasi Penggerak, Kemendikbud Beri Respons
Sedangkan relaksasi dana BOS untuk mensubsidi siswa, kata dia, tidak mencukupi.
"Bahkan masih ada Kepsek yang belum alokasikan BOS untuk kuota siswa, seperti di Kab. Cirebon, Kab. Kuningan, Kab. Bima, Lombok, Kab. Garut, dan lainnya," tegas dia.