KOMPAS.com - Kementerian Agama (Kemenag) merupakan regulator dalam penyelenggaraan pendidikan keagamaan, termasuk pondok pesantren (Ponpes) Al-Zaytun yang ada di Indramayu.
Menurut Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie, praktik yang selama ini berkembang, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam diberi kewenangan untuk menerbitkan nomor statistik dan tanda daftar pesantren.
Baca juga: Kemenag Bantah Beri Bantuan ke Ponpes Al-Zaytun, tetapi Itu Dana BOS
Hal itu diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam No 1626 tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Keberadaan Pesantren.
Ponpes Al-Zaytun saat ini tercatat memiliki keduanya, baik nomor statistik maupun tanda daftar.
Sebagai pihak yang menerbitkan, Ditjen Pendidikan Islam juga memiliki kewenangan untuk membekukan nomor statistik dan tanda daftar pesantren.
"Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat," ucap dia, dikutip dari laman Kemenag, Jumat (23/6/2023).
Anna menambahkan, berkenaan dengan dinamika yang berkembang seputar Ponpes Al-Zaytun, pihaknya beserta instansi terkait dan juga ormas Islam sedang melakukan kajian secara komprehensif.
Tujuannya, agar dapat dirumuskan sikap atas beragam informasi dan fakta yang ditemukan dan terklarifikasi terkait Al-Zaytun.
Jika Ponpes Al-Zaytun melakukan pelanggaran berat, seperti menyebarkan paham keagamaan yang diduga sesat, Kemenag bisa membekukan nomor statistik dan daftar pesantren.
"Termasuk juga mencabut izin madrasah (Ponpes Al-Zaytun)," tegas dia.
Anna Hasbie membantah pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bahwa ada dana bantuan yang setiap tahun disalurkan ke pondok pesantren (Ponpes) Al-Zaytun.
Dia menegaskan bahwa informasi itu tidak benar.
Baca juga: Sekolah Gratis di SMA/SMK Swasta, Cek Syarat PPDB Bersama Jakarta 2023
"Kami tidak pernah memberikan dana bantuan ke Ponpes Al-Zaytun," kata Anna Hasbie.
Menurut dia, lembaga Al-Zaytun mengelola madrasah, mulai dari jenjang madrasah ibtidaiah (MI), madrasah tsanawiah (MTs), hingga madrasah aliah (MA).
Jumlahnya cukup banyak. Data di EMIS Kementerian Agama mencatat, ada 1.289 siswa MI, 1.979 siswa MTs, dan 1.746 siswa MA yang belajar di sana.