Penulis sendiri memperjuangkan beberapa jurnal Scopus dalam ilmu sosial dan humaniora. Namun, saat ini, di laman Sinta.kemdikbud.go.id terdapat 145 jurnal terindeks Scopus segala bidang di Indonesia. Jauh bukan?
Para akademisi kita sudah meningkatkan publikasi internasional mereka. Namun, catat bahwa gelas separuh penuh dan separuh kosong. Tadi itu berita baiknya. Apa sisi gelapnya?
Banyak isu soal ghost writer (penulis hantu) yang membantu, atau terlibat perjokian dalam menulis jurnal Scopus untuk meraih professor.
Mereka yang menerbitkan karya ilmiah membayar penulis lain untuk menyelesaikan paper-nya. Bagaimana bisa, grammar bahasa Inggris saja tidak lancar bisa menulis artikel dalam bahasa Inggris yang standar?
Nah, ini sisi gelapnya. Jadi walhasil, para GB itu bisa terindikasi sebagai gelas kosong. Begitu juga banyak yang tergoda jurnal-jurnal yang abal-abal (predatory). Ini isu lama.
Jurnal terbit di Scopus berbayar, tetapi setelah itu jurnal berhenti terbit. Atau jurnal itu tidak serius hanya menampung yang bayar saja, kualitas tidak masuk hitungan. Abal-abal.
Biasanya jurnal itu diletakkan di negara lain, seperti Pakistan, Banglades, Amerika, Taiwan dan lain-lian. Padahal, pengelolanya bisa jadi orang-orang Indonesia itu sendiri.
Apa yang tidak bisa kita akali di negeri ini? Mesin, sistem, pola, nilai, akreditasi, dan lain-lain dengan mudah kita cari jalan pintasnya. Jurnal, GB, dan tulisan pun ada jalan tikusnya untuk meraih sisi kegelapan.
Sepertinya jumlah GB terus meningkat, dari pengukuhan satu ke pengukuhan yang lain di berbagai universitas.
Namun sesungguhnya jumlahnya masih rendah. Hanya dua persen dari 311.63 dosen aktif di Tanah Air yang meraih GB. Sangat rendah. Bandingkan dengan negara-negara tetangga dekat di Asia atau di Eropa, masih jauh.
Pencapaian GB menjadi sisi terang manakala publikasi ilmiah kita meningkat. Namun menjadi gelas kosong separuhnya, jika sistem, mental, dan moral kita tidak diperbaiki.
Memang panggilan Profesor itu bergengsi, seperti Pak Haji, Kiai, Gus, Jenderal, Raden, Ketua, Direktur, Dirjend, dan sebutan-sebutan lain yang rasanya membanggakan.
Masyarakat kita masih hirarkis dan paternalistik, posisi dan kedudukan masih mendapat hati yang luas di masyakat.
Masyarakat kita masih komunal (berkerumun) belum betul-betul egaliter. Maka gelar-gelar keagamaan, kebangsawanan, kepangkatan, posisi di kantor memengaruhi cara kita memperlakukan orang lain.
Maka GB dan Professor dianggap salah satu dari gelar-gelar sosial tadi, bukan sekadar hasil pekerjaan profesional di tempat kerja, yaitu perguruan tinggi.
Sisi gelas separuh terisi, tumbuhnya jurnal-jurnal terindeks internasional. Sisi lain gelas masih kosong, karena pekerjaan rumah memperbaiki maraknya penulisan-penulisan ilmiah yang ditengarai dibantu oleh beberapa pihak, merupakan pekerjaan yang harus kita selesaikan.
Gelas separuh terisi, separuh kosong, kan?
Percayalah sisi terang kita jauh lebih positif. Optimistis saja. Yang menulis dan meneliti secara serius dan dipublikasikan di jurnal internasional jauh lebih banyak di Tanah Air.
Jangan hanya sisi gelap saja yang ditonjolkan. Publikasi ilmiah terus melaju, semoga pelan-pelan gelas terisi menuju penuh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.