JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Kerjasama Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah Mada (FMIPA UGM), Dr. Wiwit Suryanto mengungkapkan sejumlah penyebab turunnya minat siswa terhadap ilmu sains khususnya fisika.
Penyebab turunnya minat siswa belajar fisika yaitu terkait metode pengajaran, kurangnya promosi di media populer, anggapan belajar sains sulit, hubungan dengan kehidupan sehari-hari, dan kurikulum.
Wiwit menilai metode pengajaran ilmu sains saat ini kurang menarik. Ditambah lagi, sistem pendidikan saat ini masih berfokus pada hafalan rumus dan teori tanpa memberikan pengalaman eksplorasi yang cukup.
“Belum lagi, kurangnya eksperimen dan praktik langsung membuat sains terasa abstrak dan sulit dipahami,” kata Wiwit seperti dilansir dari laman UGM, Minggu (23/2/2025).
Baca juga: Minat Calon Mahasiswa Belajar di Fakultas MIPA Menurun, Terbesar di Prodi Fisika
Selain itu, Wiwit tidak menampik kenyataan bila kurangnya minat terhadap sains ini dikarenakan sains dinilai tidak bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Bahkan, tidak sedikit siswa mempertanyakan manfaat belajar sains karena sangat jarang dikaitkan dengan teknologi sehari-hari yang bersinggungan hidup mereka, seperti smartphone, internet, atau kendaraan listrik.
Belum lagi soal persepsi sains yang membayangkan sains itu ilmu sulit dan hanya untuk orang jenius.
“Ketidakmampuan melihat manfaat langsung dari ilmu sains membuat mereka kehilangan motivasi untuk mempelajarinya. Banyak siswa merasa takut terhadap simbol, angka, dan persamaan matematika yang kompleks. Narasi hanya orang jenius yang bisa memahami membuat banyak siswa menyerah sebelum mencoba,” jelas Wiwit.
Wiwit mencontohkan, Michael Faraday sebagai bapak elektromagnetik. Michael Faraday, lanjutnya, ternyata bukan jago matematika maupun fisika teori.
Ia disebut hanya sangat betah dalam mengotak atik alat eksperimen di laboratorium. Wiwit menilai, kurangnya figur inspiratif di bidang sains turut punya andil menurunnya anak muda belajar sains.
“Banyak orang tidak tahu tentang siapa Michael Faraday. Sains jarang dipromosikan melalui media populer, sementara profesi di bidang bisnis, seni, dan hiburan lebih banyak mendapat sorotan. Akibatnya, siswa kurang memiliki role model ilmuwan atau inovator yang dapat menginspirasi mereka. Mungkin jaman saya dulu ada Pak Habibie yang begitu saya idolakan seorang teknokrat hebat. Nampaknya kita perlu figur-figur ahli sains yang sering ditampilkan di media,” ucap Wiwit.
Baca juga: Prodi Fisika Sepi Peminat, Kemdiktisaintek Coba Kenalkan Lewat Pertunjukan Seni
Wiwit pun menilai kurikulum saat Ini tidak menggiring siswa minat mendalami bidang sains. Sistem pendidikan di Indonesia, dinilainya, masih memiliki beberapa kelemahan dalam menarik minat siswa terhadap sains.
Di samping terlalu berfokus pada hafalan dan teori, pembelajaran masih menekankan pada rumus dan definisi, bukan eksplorasi dan pemecahan masalah. Wiwit menyebutkan, pembelajaran sains kurang dilakukan pendekatan secara interaktif dan eksperimen.
Laboratorium-laboratorium sains di banyak sekolah kurang memadai yang menjadikan siswa tidak memiliki kesempatan untuk melakukan eksperimen secara langsung.
“Evaluasi berbasis ujian, bukan pemahaman konseptual. Model ujian masih mengutamakan hafalan, bukan kreativitas dan pemahaman yang mendalam," pungkas Wiwit.