"PEMBELAJARAN tidak lagi cukup hanya di ruang kelas." Kalimat ini kerap diucapkan Prof. Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, sebagai pengingat bahwa pembelajaran harus melampaui batas-batas dinding sekolah dan waktu.
Di era digital, proses belajar bisa berlangsung di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja.
Momentum Hari Pendidikan Nasional 2025 yang mengangkat tema “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua” menjadi panggilan untuk bergerak bersama.
Tema ini bukan sekadar slogan seremonial, melainkan refleksi atas kenyataan bahwa pendidikan adalah gerakan dan tanggung jawab kolektif.
Transformasi digital pun hadir bukan sekadar sebagai instrumen teknologi, tetapi sebagai ekosistem kolaboratif untuk menjamin setiap anak Indonesia mendapatkan akses belajar yang adil dan bermutu—dari kota besar hingga pelosok negeri.
Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah merumuskan visi besar Indonesia Emas 2045. Dalam peta jalan ini, digitalisasi menjadi fondasi transformasi lintas sektor—termasuk pendidikan.
Salah satu dari 17 Program Prioritas Presiden menekankan pentingnya penguatan pendidikan, sains, teknologi, dan digitalisasi sebagai pilar utama pembangunan sumber daya manusia unggul.
Namun, realitas di lapangan masih menunjukkan ketimpangan. Akses pendidikan dan infrastruktur digital belum merata. Sistem layanan pendidikan pun masih tumpang tindih.
Tanpa pendekatan yang sistemik dan kolaboratif, transformasi digital berisiko menjadi jargon: terdengar progresif, tapi tak menyentuh akar persoalan.
Transformasi digital pendidikan menuntut ekosistem yang saling menguatkan—dari infrastruktur dan platform, hingga konten, kapasitas sumber daya manusia (SDM), dan dukungan masyarakat.
Tulisan ini menawarkan kerangka empat pilar horizontal: infrastruktur dasar, platform digital, konten pembelajaran, dan penguatan SDM.
Keempatnya digerakkan oleh satu pilar vertikal: partisipasi semesta, agar digitalisasi pembelajaran benar-benar berdampak nyata—terutama bagi mereka yang paling membutuhkan.
Untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif dan bermutu, dibutuhkan fondasi yang kuat. Setidaknya, ada empat pilar utama yang harus dibangun dan diperkuat secara beriringan dalam membangun ekosistem digitalisasi pembelajaran.
Pertama, Infrastruktur Dasar. Tak ada digitalisasi tanpa listrik, internet, dan perangkat sistem elektronik.
Data BPS mencatat, penetrasi internet rumah tangga mencapai 91 persen di perkotaan dan 81 persen di desa pada tahun 2023.