优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Akhmad Zaenuddin, S.H, M.H
Advokat

Advokat dan Konsultan Hukum Pasar Modal
Email: office@azlawid.com

Izin Usaha Pertambangan Dicabut Pemerintah, Bagaimana Langkah Hukumnya?

优游国际.com - 05/03/2022, 06:00 WIB
Akhmad Zaenuddin, S.H, M.H,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum 优游国际.com

Pada rentang bulan Februari 2022, pemerintah melalui Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mulai merealisasikan rencana pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral dan batubara di Indonesia.

Tindakan tersebut merupakan bagian dari kelanjutan rencana yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada bulan Januari 2022.

Dari beberapa pemberitaan, diperoleh informasi bahwa IUP yang akan dicabut sekitar 2.087 IUP dengan total luas lahan sekitar 3.201.046 hektar.

Pemerintah berargumentasi bahwa salah satu alasan pencabutan IUP merupakan bagian dari proses penataan perizinan pertambangan di Indonesia.

Namun demikian, tindakan pemerintah tersebut tentu tidak dikehendaki pelaku usaha bidang pertambangan yang terdampak.

Pencabutan IUP tentu berakibat pada rencana kerja yang sudah disusun oleh pemegang IUP.

Lantas, apa langkah hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang IUP yang telah dicabut oleh pemerintah untuk mempertahankan hak hukumnya atas IUP yang dimilikinya?

Upaya administratif

Tindakan pencabutan IUP yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan dalam bentuk penerbitan Surat Keputusan (“SK”) pencabutan IUP oleh pemerintah (beschikking).

Menurut Hukum Administrasi Pemerintahan, apabila terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat terbitnya SK tersebut, maka terdapat 2 (dua) tahapan upaya hukum yang dapat ditempuh, yakni Keberatan Administratif dan Banding Administratif.

Tahapan tersebut merupakan mekanisme yang diberikan oleh hukum untuk meminta pembatalan, pencabutan, atau koreksi terhadap suatu keputusan dan/atau tindakan administratif yang dilakukan oleh badan atau pejabat pemerintahan.

Secara umum, Keberatan Administratif dapat diajukan secara tertulis oleh pihak yang dirugikan dalam waktu paling lama 21 hari kerja sejak diumumkannya keputusan tersebut.

Keberatan diajukan kepada pihak yang menerbitkan SK pencabutan IUP. Hal tersebut merujuk ketentuan Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU No. 30 Tahun 2014”).

Apabila pihak yang mengajukan upaya Keberatan Administratif tidak puas dengan hasil penyelesaian tersebut, maka dapat mengajukan upaya Banding Administratif.

Banding Administratif dapat diajukan oleh pihak yang dirugikan dalam waktu paling lama 10 hari kerja sejak keputusan upaya Keberatan Administratif diterima.

Upaya banding diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat pemerintahan yang menetapkan SK pencabutan IUP.

Hal tersebut merujuk Pasal 78 ayat (1) dan (2) UU No. 30 Tahun 2014.

Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara

Kemudian, apabila tahapan penyelesaian secara administratif sebagaimana tersebut tidak menghasilkan keputusan yang sesuai dengan harapan pihak yang dirugikan, maka tahapan selanjutnya adalah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (“PTUN”).

Penegasan tentang mekanisme gugatan tersebut di antaranya ditegaskan pada Peraturan Mahkamah Agung No. 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif (“Perma No. 6 Tahun 2018”).

Pada Pasal 2 ayat (1) Perma No. 6 Tahun 2018 diatur bahwa pengadilan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa administrasi pemerintahan setelah menempuh upaya administratif.

Pihak penggugat dapat mengajukan alasan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat (i.c. SK pencabutan IUP) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, dalam perkembangannya, alasan gugatan ke PTUN dapat didasarkan pada argumentasi bahwa surat keputusan bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (“AUPB”).

Sehubungan dengan AUPB, Pasal 10 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2014 telah memberikan rujukan, yakni meliputi asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik.

Dalam gugatan ke PTUN, pihak penggugat dapat mengajukan tuntutan hukum ke pengadilan bahwa SK pencabutan IUP yang disengketakan agar dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitasi.

Apabila setelah melalui proses pemeriksaan perkara dan pengadilan mengabulkan tuntutan penggugat dan dengan menyatakan bahwa SK pencabutan IUP batal atau tidak sah, maka pemegang IUP memiliki dasar untuk mempertahankan hak hukum atas IUP yang dimilikinya.

Selanjutnya, pihak penggugat dapat melakukan proses administratif atau permohonan pelaksanaan putusan pengadilan untuk dapat melakukan kegiatan penambangan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Anda punya pertanyaan terkait permasalah hukum? Ajukan pertanyaan Anda di laman ini: Form Konsultasi Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau