Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Pusat, Prof Dr dr Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FACP mengungkap, sebanyak 25 sampai 30 persen dana terbesar BPJS terserap di pembiayaan penyakit katastropik. Pengeluaran BPJS terbesar kedua adalah untuk kanker, yaitu 18 persen.
Oleh karena itu, diperlukan konsep pelayanan kanker yang cost-effective serta mengikuti konsep patient-safety atau keamanan pasien.
Sebelumnya, pada 23 Oktober lalu YKI mengadakan diskusi nasional tentang Kebijakan Strategis Menuju Pelayanan Kanker Berkualitas dan diikuti oleh 350 profesional kesehatan, organisasi profesi, berbagai support grup, dan rumah sakit.
Hal penting dalam bahasan diskusi tersebut antara lain keamanan pasien, pemerataan pelayanan, prinsip equity di mana semua pasien mendapat terapi yang optimal, serta evaluasi
sistem.
"Patient safety (keamanan pasien) ini masih merupakan suatu tantang di negeri kita yang luas dengan berbagai stake holder yang berkecimpung dalam arena pengobatan ini," ujar Aru dalam virtual media briefing bertema Orkestrasi Penanganan Kanker di Indonesia, Kamis (4/11/2021).
"Dari segi perspektif YKI, kita melihat bahwa seorang pasien kanker itu mempunyai hak, dan itu sudah disampaikan oleh UICC yang bernaung di bawah WHO," lanjutnya.
Empat hak pasien menurut UICC atau Union for International Cancer Control adalah:
Aru menjelaskan, visi dan misi YKI adalah membantu masyarakat untuk sadar dan empati terhadap kanker, maupun memberikan edukasi kepada pasien kanker untuk mengetahui hak-haknya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua YKI Jawa Tengah dr Eko Adhi Pangarsa, Sp.PD-KHOM, menuturkan, bahwa semua penduduk Indonesia harus mempunyai akses yang setara terhadap pencegahan, skrining, dan terapi kanker yang berkualitas.
PR untuk pelayanan kesehatan kanker
Ia memaparkan beberapa hal yang menjadi pekerjaan rumah bagi penyedia pelayanan kesehatan pasien kanker di antaranya:
"Penelitian yang berkualitas, dan berbasis di negara kita sebagai landasan untuk kebijakan menyusun strategi pembangunan kesehatan khususnya kanker," ucap Eko.
Menurutnya, pelayanan onkologi modern penting digunakan karena melalui pelayanan ini program pencegahan dan skrining bisa dilakukan sejak dini.
Beberapa proses perawatan modern antara lain perawatan kanker berbasis riset, patologi digital, diagnostik yang lebih presisi, individualized targeted teraphy, tim multidisiplin kanker (MDT), imaging terbaru (PET scan), dan evaluasi kanker berdasarkan ctDNA (liquid biopsi).
Pelayanan kanker modern pun dinilai perlu sebagai salah satu cara memberikan pelayanan yang aman dan berkualitas bagi pasien.
Hambatan mewujudkan pelayanan kanker modern
Menurutnya, hambatan tidak saja terdapat pada individu atau pasien, tetapi terdapat pula pada penyedia fasilitas kesehatan, tenaga medis, maupun dari segi biaya.
"Kadang-kadang di tempat kita, akses pada cancer kita masih belum mempunyai akses yang cukup. Kemudian akses skrining dan deteksi dini juga tidak merata karena jumlah tenaga kesehatan, jumlah fasilitas kesehatan, dan pembiayaan juga mungkin masih menjadi hambatan," ungkapnya.
Selain itu, Eko berkata, diagnosis yang tepat waktu, perawatan, serta langkah-langkah yang harus dilakukan pasien masih harus dibenahi supaya konsep orkestrasi kanker dapat diwujudkan secara optimal.
"Kita harus mengutamakan dua hal, satu adalah memperbaiki aksesnya tetapi juga tidak melupakan kualitas (pelayanannya)," kata Eko.
Dalam diskusi nasional yang digelar YKI pada 23 Oktober lalu, terdapat tiga poin penting yang direkomendasikan oleh tim dokter terkait pelayanan onkologi modern, yaitu:
/sains/read/2021/11/04/170000323/yki--pelayanan-pasien-kanker-harus-aman-ada-4-pr-yang-harus-ditangani