KOMPAS.com - Pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa tubuh manusia tidak dipenuhi bulu tebal seperti anjing, kucing, atau gorila? Ternyata, manusia bukan satu-satunya mamalia yang berbulu tipis. Gajah, badak, hingga tikus mondok telanjang juga memiliki sedikit bulu. Fenomena ini juga terjadi pada mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba.
Para ilmuwan berpendapat bahwa mamalia pertama yang hidup di zaman dinosaurus dulunya memiliki tubuh yang berbulu lebat. Namun, setelah ratusan juta tahun, sebagian kecil mamalia — termasuk manusia — berevolusi menjadi relatif tidak berbulu. Lalu, apa sebenarnya keuntungan dari kehilangan mantel bulu alami ini?
Menurut Maria Chikina, asisten profesor Biologi Komputasional dan Sistem di University of Pittsburgh, jawabannya terletak pada bagaimana gen pengatur pertumbuhan bulu dinyalakan atau dimatikan.
Baca juga: Rahasia Bulu Oranye Kucing Akhirnya Terungkap Setelah 60 Tahun
Bulu ternyata memiliki banyak fungsi penting. Ia menjaga kehangatan tubuh, melindungi kulit dari sinar matahari dan luka, serta membantu hewan berbaur dengan lingkungannya. Lebih dari itu, bulu juga berperan dalam mendeteksi sentuhan ringan di sekitar tubuh, seperti saat kita merasa geli ketika sesuatu hampir menyentuh kulit.
Manusia sendiri tetap memiliki bulu di seluruh tubuh, namun umumnya lebih halus dan jarang dibandingkan kerabat primata kita. Salah satu pengecualian mencolok adalah rambut di kepala, yang diduga berfungsi melindungi kulit kepala dari paparan matahari langsung.
Selain itu, rambut yang lebih tebal di bawah lengan dan di area genital juga berfungsi untuk mengurangi gesekan kulit serta membantu dalam pendinginan tubuh dengan mempercepat penguapan keringat.
Baca juga: Rahasia Bulu Beruang Kutub Tidak Membeku di Lingkungan Super Dingin
Sejarah ini bermula sekitar tujuh juta tahun lalu, saat manusia dan simpanse berpisah dalam jalur evolusi. Meskipun para ilmuwan belum sepenuhnya yakin mengapa manusia menjadi kurang berbulu, teori yang kuat mengaitkannya dengan kebutuhan akan pendinginan tubuh melalui keringat.
Manusia memiliki jumlah kelenjar keringat jauh lebih banyak dibandingkan simpanse atau mamalia lain. Proses berkeringat memungkinkan tubuh melepaskan panas: saat keringat menguap dari kulit, panas ikut terbawa. Sistem pendinginan ini diperkirakan sangat vital bagi nenek moyang manusia yang hidup di savana Afrika yang panas.
Menariknya, banyak hewan berbulu tetap bisa hidup di iklim panas. Namun, manusia purba mengembangkan teknik berburu yang unik, yakni "persistence hunting" — memburu hewan dengan cara mengejar terus-menerus hingga hewan kelelahan karena panas.
Dalam strategi ini, manusia tidak perlu berlari lebih cepat dari mangsanya, cukup mengejarnya sampai mangsa tidak lagi mampu melarikan diri. Kemampuan berkeringat banyak tanpa terhalang bulu tebal memberikan keunggulan besar dalam bertahan hidup.
Baca juga: Apakah Paus Punya Bulu?
Dalam penelitian yang dilakukan Chikina dan timnya, mereka membandingkan informasi genetik dari 62 spesies mamalia, mulai dari manusia, armadillo, anjing, hingga tupai. Dengan menyusun DNA berbagai spesies ini, mereka berhasil mengidentifikasi gen-gen yang terkait dengan keberadaan atau hilangnya bulu.
Salah satu temuan menarik adalah bahwa manusia masih membawa semua gen yang diperlukan untuk menghasilkan mantel bulu penuh — hanya saja gen-gen tersebut tidak aktif atau "dimatikan".
Fenomena ini terlihat nyata dalam kondisi langka yang disebut hipertrikosis, atau dikenal juga sebagai "sindrom manusia serigala", di mana seseorang mengalami pertumbuhan bulu yang sangat lebat di seluruh tubuh.
Contoh terkenal adalah Petrus Gonsalvus, pria asal Spanyol yang lahir pada abad ke-16 dengan hipertrikosis. Sebagai anak kecil, ia bahkan dihadiahkan kepada Raja Henry II dari Prancis dalam sebuah kandang besi. Namun, sang raja segera menyadari bahwa Petrus adalah manusia biasa yang dapat dididik. Petrus kemudian menikah, dan kisah hidupnya dipercaya menjadi inspirasi bagi cerita dongeng "Beauty and the Beast".
Meskipun kita tidak mungkin bertemu seseorang dengan hipertrikosis di kehidupan sehari-hari, kisah ini menunjukkan bagaimana perubahan pada gen dapat menyebabkan variasi unik dalam pertumbuhan rambut. Seperti disampaikan Maria Chikina, "Mengapa manusia — seperti juga gajah dan paus — kehilangan bulu lebat? Jawabannya terletak pada evolusi, keringat, dan gen-gen kecil yang berperan diam-diam."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.