KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR RI tengah membahas revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pembahasan yang dilakukan secara tertutup pada Jumat (14/3/2025) hingga Sabtu (15/3/2025) di Hotel Fairmont, Jakarta, yang targetnya selesai sebelum masa reses DPR pada Jumat (21/3/2025).
Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyampaikan hal tersebut dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
"Dengan harapan, ini bisa selesai pada bulan Ramadhan. Kami harapkan ini selesai sebelum reses para anggota DPR," ujar Sjafrie, dikutip dari 优游国际.com, Rabu (12/3/2025).
Namun, pembahasan revisi ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak yang khawatir akan potensi kembalinya Dwifungsi ABRI.
Revisi UU TNI membawa sejumlah perubahan signifikan, mulai dari perluasan kewenangan hingga perpanjangan usia pensiun prajurit. Berikut beberapa poin utama yang menjadi sorotan:
Baca juga: Media Asing Soroti Revisi UU TNI, Singgung Munculkan Kekhawatiran hingga Dwifungsi ABRI
Saat ini, UU TNI hanya memperbolehkan prajurit aktif menjabat di 10 kementerian dan lembaga sipil tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun.
Dalam revisi UU TNI, pemerintah dan DPR menambah enam kementerian/lembaga baru yang bisa dijabat oleh TNI aktif:
Sebelumnya:
Tambahan dalam revisi UU TNI:
Perubahan ini memunculkan kekhawatiran kembalinya Dwifungsi ABRI yang telah dihapuskan sejak Reformasi 1998.
Perwira bintang empat: dapat diperpanjang hingga 65 tahun sesuai kebijakan presiden.
Menurut pemerintah, perpanjangan usia pensiun ini didasarkan pada meningkatnya usia harapan hidup dan produktivitas masyarakat Indonesia.
Baca juga: Aksi Digital Massal: Warganet Kirim Pesan ke DPR Tolak Revisi UU TNI
Saat ini, TNI berada di bawah presiden dalam pengerahan kekuatan militer dan di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan dalam kebijakan strategis.
Namun, revisi UU TNI mengusulkan agar TNI sepenuhnya berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.