KOMPAS.com - Pemerintah Inggris membuat gugus tugas untuk mengembangkan obat pil dan kapsul untuk menghentikan infeksi virus corona.
Melansir The Guardian, Selasa (20/4/2021), obat ini nantinya dapat dikonsumsi di rumah di untuk mencegah virus corona berubah menjadi penyakit serius dan mempercepat waktu pemulihan.
Sebelumnya, penggunaan obat-obatan juga sudah digunakan untuk peyembuhan penyakit Covid-19.
Lantas, bagaimana perkembangan obat-obatan yang selama ini disebut-sebut membantu pemulihan penyakit akibat Covid-19?
Obat oral Pfizer
Melansir Reuters, 23 Maret 2021, perusahaan farmasi Pfizer Inc telah memulai tahap awal uji coba terapi obat Covid-19 oral.
Uji coba ini diresepkan bagi pasien dengan tanda-tanda pertama infeksi.
Pembuat obat, yang juga mengembangkan vaksin Covid-19 resmi pertama di AS dengan BioNTech SA Jerman, mengatakan kandidat antivirus tersebut menunjukkan aktivitas yang kuat melawan SARS-CoV-2 dalam penelitian laboratorium.
Kandidat obat oral Pfizer ini bernama PF-07321332, adalah protease inhibitor yang mencegah virus mereplikasi di dalam sel.
Penghambat protease telah efektif dalam mengobati patogen virus lain seperti HIV dan virus hepatitis C, baik secara sendiri-sendiri maupun dalam kombinasi dengan antivirus lain.
Obat Covid-19 lainnya
Sebelum Pfizer, pengembangan obat oral untuk penyembuhan Covid-19 juga dalam tahap uji coba tahap menengah.
Ada dua kandidat yang sedang dikembangkan. Pertama adalah obat yang dikembangkan oleh pesaingnya dari Merck & Co dengan Ridgeback Bio.
Berikutnya kandidat obat dari Roche Holding dan Atea Pharmaceuticals.
Selama ini, beberapa metode dan alternatif pengobatan telah digunakan untuk membantu menyembuhkan penyakit akibat virus corona.
Merangkum dari The Guardian, beberapa pengobatan yang pernah digunakan untuk pasien Covid-19 itu antara lain:
1. Deksametason
Pada Juni 2020, Oxford menemukan steroid murah yang menyelamatkan nyawa 1 dari 8 orang yang sakit parah dengan Covid, dengan ventilator di rumah sakit.
Obat, yang berumur sekitar 60 tahun ini, diberikan dengan dosis rendah. Penggunaannya diperkirakan telah menyelamatkan sekitar satu juta nyawa di seluruh dunia.
Pengobatan standar menggunakan Deksametason untuk pasien yang paling sakit. Ini adalah obat anti-inflamasi, yang dapat meredam reaksi berlebihan sistem kekebalan dalam kasus yang parah sebagai respons terhadap virus corona.
2. Tocilizumab
Seperti Deksametason, Tocilizumab adalah anti-inflamasi. Antibodi yang biasanya digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis diberikan melalui suntikan untuk memblokir protein inflamasi IL-6.
Dari hasil uji coba menunjukkan, obat tersebut mengurangi risiko kematian pada pasien Covid-19 di rumah sakit.
Tocilizumab juga memperpendek lama rawat inap di rumah sakit dan mereka yang diberikan obat ini lebih kecil kemungkinannya untuk menggunakan ventilator.
Meskipun demikian, penggunaan Tocilizumab belum diujicobakan pada pasien tahap awal.
3. Budesonide
Budesonide adalah obat asma. Caranya dengan dihirup dua kali sehari, dan disebut-sebut membuahkan hasil yang baik pada orang lanjut usia dengan Covid-19.
Uji coba Principle Universitas Oxford, menemukan bahwa obat ini memperpendek lamanya penyakit orang-orang yang berusia di atas 65 atau di atas 50 dengan kondisi kesehatan yang mendasari dengan rata-rata tiga hari.
Lebih sedikit orang yang memakai budesonide dirawat di rumah sakit dibandingkan mereka yang diberi terapi lain, tetapi jumlahnya tidak signifikan.
4. Favipiravir
Favipiravir adalah obat antivirus, bukan anti-inflamasi, yang berarti obat ini dirancang untuk melawan virus pada tahap awal, sebelum memicu peradangan.
Ini obat antivirus pertama yang dimasukkan dalam uji coba Principle untuk perawatan di rumah.
Obat ini telah dilisensikan di Jepang sejak 2014 untuk mengobati influenza. Penelitian laboratorium dan hewan menunjukkan itu bisa bekerja pada manusia melawan virus corona.
5. Remdesivir
Obat antiviral ini telah diizinkan untuk penggunaan darurat di AS, India, dan Singapura dan disetujui di Uni Eropa, Jepang, dan Australia untuk digunakan pada orang dengan gejala parah.
Akan tetapi, obat yang dibuat oleh perusahaan AS Gilead Sciences ini sangat mahal.
Awalnya remdesivir digunakan untuk hepatitis C. Kemudian digunakan kembali untuk Ebola. Penggunaan remdesivir sempat kontroversial selama pandemi.
Dari uji coba solidaritas independen dijalankan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di beberapa negara, menemukan bahwa obat ini memiliki efek yang sangat kecil pada kematian dan merekomendasikan negara-negara untuk tidak menggunakannya.
6. Plasma darah dari penyintas
Terakhir, pengobatan dari plasma yang mengandung antibodi terhadap virus yang dikumpulkan dari orang yang telah pulih dari Covid-19.
Meskipun plasma penyembuhan telah berhasil digunakan untuk mengobati penyakit lain, sebagian besar ahli masih mengatakan tidak ada cukup bukti percobaan mengenai seberapa baik kerjanya dan pada pasien yang mana.
Percobaan di Inggris tidak menunjukkan manfaat keseluruhan bagi orang-orang di rumah sakit, tetapi mereka melakukannya untuk mengetahui apakah plasma darah membantu kelompok tertentu, seperti mereka yang sistem kekebalannya lemah.
/tren/read/2021/04/22/080000665/perkembangan-obat-covid-19-mulai-deksametason-hingga-plasma-darah