KOMPAS.com- Dalam laporan terbarunya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan mikroplastik tidak bahaya bagi kesehatan untuk level yang sekarang.
WHO mengatakan, temuannya itu masih membutuhkan banyak penelitan lanjuatan, seperti dikutip dari ÓÅÓιú¼Ê.com (22/8/2019).
Kendati tidak berbahaya bagi kesehatan, plastik merupakan ancaman serius bagi pencemaran lingkungan.
Materi plastik yang sulit terurai bisa berubah menjadi bom waktu bagi kehidupan akan datang.
Saat ini, Indonesia menempati peringkat kedua negara dengan sampah plastik terbesar di dunia setelah China. Atas dasar itu, beberapa anak bangsa terdorong untuk menciptakan alternatif pengganti plastik.
Baca juga:
Berikut penemuan-penemuan penting anak bangsa yang mampu menggantikan plastik di Indonesia.
Dikutip dari ÓÅÓιú¼Ê.com (21/8/2019), sebuah penemuan baru terkait plastik berbahan dasar ramah lingkungan datang dari Jember.
Rendra Suprobo Aji dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Tika dari Program Studi Teknik Perminyakan, dan Fanteri dari Program Studi Teknik Pertambangan berhasil menbuat plastik berbahan bonggol jagung.
Mereka mencampur bonggol jagung dengan air murni atau aquades. Setelah tercampur kemudian direbus hingga larut dan tercampur secara rata.
Selanjutnya larutan itu dicampur dengan gliserol dan gelatin serta penawar makanan, lalu dipanaskan kembali.
Setelah warna sudah tercampur merata, baru kemudian dicetak sesuai keinginan.
Mereka menggunakan loyang alumunium yang sudah dialasi alumunium foil sebagai cetakan.
Plastik berbahan jonggol tersebut siap digunakan setelah dipanaskan selama tiga hinga empat hari.
Baca juga:
Selain bonggol jagung, bagian jagung lain yang bisa dijadikan sebagai plastik adalah kulitnya.
Dikutip dari Kontan (26/8/2010), Mohamad Faisol memanfaatkan kulit jagung sebagai bahan baku pembuatan gelas dan botol.