KOMPAS.com - Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi angin monsun Asia akan melintas di Sulawesi Selatan selama 4 hari, mulai 9-12 Januari 2020.
Fenomena ini menyebabkan meningkatnya penambahan massa udara basah, pola pertemuan massa udara dari laut Jawa hingga Sulawesi. Akibatnya muncul gelombang tinggi, banjir hingga tanah longsor.
Merujuk pada jurnal Sekilas Sistem Monsum Asia-Australia (2015) karya Sandy Hardian, istilah monsun juga disebut dengan munsoon atau moonsun.
Secara tradisional muson atau monsun digunakan untuk merujuk pada iklim yang terlihat nyata berubah secara musiman.
Angin monsun adalah angin yang berhembus secara periodik, minimal 3 bulan.
Antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan dan berganti arah secara berlawanan setiap setengah tahun.
Monsun menjadi angin musiman yang bersifat periodik dan biasanya terjadi di Samudera Hindia dan Asia.
Munculnya angin monsun ditandai dengan curah hujan yang tinggi.
Baca juga: Waspadai Hujan Ekstrem hingga Februari 2020
Kepala Bagian Humas BMKG Taufan mengatakan angin monsun merupakan siklus yang memang selalu ada di wilayah Indonesia, terutama di musim hujan.
Monsun di Indonesia selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya Monsun Asia.
"Yang pasti tetap waspada selama Januari-Februari ini di semua wilayah Indonesia, karena hampir semua wilayah Indonesia masuk musim penghujan," kata Taufan ketika dihubungi 优游国际.com, Kamis (09/01/2020).
Angin monsun mirip dengan angin laut, namun memiliki skala yang lebih kuat dan lebih konstan.
Merujuk , ada beberapa jenis monsun, yaitu 'summer monsoon', 'winter monsoon', dan 'Asian-Australian monsoon'.
Monsun Asian-Australia membentang dari utara ke pantai Pasifik Rusia.
Sistem angin monsun besar ini kemudian membentang ke Samudera Hindia. Akhirnya mencapai ujungnya di pantai India di Afrika.