KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan jika rokok elektrik sama bahayanya dengan rokok konvensional.
Diketahui dalam kurun waktu beberapa tahun ini rokok elektrik tengah naik daun di kalangan remaja.
Banyak orang percaya kalau rokok elektrik merupakan alternatif yang sehat dari rokok konvensional karena memilki kandungan nikotin yang rendah.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan bahwa pemahaman terhadap alternatif kesehatan rokok elektrik kurang tepat.
Baca juga: Remaja 15 Tahun Disebut Meninggal Dunia karena Vape, Kasus Kematian Termuda di AS
Dante menyebut jika rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok konvensional karena rokok elektrik mengandung nikotin, zat kimia, dan zat perasa yang bersifat toxic atau racun.
“Merokok elektrik itu sama bahayanya dengan merokok konvensional. Tidak ada bedanya risiko merokok konvensional dan elektrik, dua-duanya sama bahayanya baik itu sekarang dari segi sosial ekonomi maupun untuk masa depan masalah penyakit yang mungkin timbul dari aktivitas merokok elektrik,” katanya dilansir dari laman (1/6/2022).
Apabila zat-zat tersebut dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan masalah kesehatan serius di masa depan seperti kardiovaskular, kanker, paru-paru, tuberkulosis, dan lainnya.
Baca juga: Viral Penumpang Isap Vape di Kereta Api, Bagaimana Aturannya?
Konsumsi rokok elektrik di kalangan remaja turut berdampak pada tingginya prevalensi atau keseluruhan kasus penyakit perokok elektrik di Indonesia.
Hasil survei penggunaan tembakau pada usia dewasa (GATS) 2021 menunjukkan prevalensi perokok elektrik naik dari 0,3 persen pada 2011 menjadi 3 persen pada 2021.
Untuk prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun juga meningkat sebesar 19,2 persen.
Baca juga: 5 Fakta tentang Vape, Kandungan, Bahaya, hingga Dilarang di Beberapa Negara
Dante berharap dengan adanya data tersebut menjadi acuan bagi masyarakat terutama orang tua untuk bersama-sama menghentikan aktivitas merokok di kalangan remaja.
Apabila kebiasaan buruk merokok tidak segera dihentikan, dikhawatirkan dapat membuat jumlah perokok generasi muda menigkat dan menimbulkan masalah kesehatan serus di kemudian hari.
“Temuan survei GATS ini diharapkan bisa menjadi sarana edukasi berbasis keluarga supaya orang mau berhenti merokok dan mau membelanjakan uangnya untuk makanan bergizi dan kegiatan bermanfaat dibandingkan membeli rokok,” harap Dante.
Baca juga: Viral Penumpang Isap Vape di Kereta Api, Bagaimana Aturannya?