KOMPAS.com - Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh (62) tewas dalam serangan yang dilancarkan ke Iran pada Rabu (31/7/2024).
Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) mengatakan, Haniyeh terbunuh bersama dengan satu pengawalnya di hari pertama masa jabatan Presiden Iran Masaoud Pezeshkian.
Sebelum insiden tersebut, Haniyeh melakukan perjalanan ke Teheran untuk menghadiri pelantikan Pezeshkian pada Selasa (30/7/2024).
"Kediaman Ismail Haniyeh, kepala kantor politik Hamas, dihantam di Teheran, dan sebagai akibat dari insiden ini, dia dan salah satu pengawalnya menjadi martir," tulis IRGC dalam pernyataannya, dikutip dari Al Jazeera, Rabu.
Baca juga: Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh Tewas dalam Serangan Udara di Ibu Kota Iran
Haniyeh adalah pemimpin politik Hamas dan telah menjadi anggota terkemuka kelompok itu selama lebih dari dua dekade.
Selama perang Israel di Gaza, Haniyeh dianggap sebagai lawan bicara penting dalam negosiasi gencatan senjata yang ditengahi oleh Qatar, AS, dan Mesir.
Menurut para analis, pembunuhan tersebut merupakan “pukulan telak” dan telah mengakhiri peluang tercapainya kesepakatan dalam waktu dekat.
"Bagaimana mediasi dapat berhasil jika satu pihak membunuh negosiator di pihak lain?" kata Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dalam unggahannya di media sosial X pada Rabu.
Dikutip dari ABC News, Rabu, menurut laporan, ada dua calon pengganti Ismael Haniyeh, yakni Khaled Meshaal, seorang pejabat veteran Hamas, dan Khalil al-Hayya, seorang tokoh penting Hamas yang terkait erat dengan Haniyeh.
“Ini tidak akan mudah. Pemimpin politik Hamas yang baru harus memutuskan apakah akan melanjutkan opsi militer dan menjadi kelompok gerilya dan bawah tanah, atau memilih pemimpin yang dapat menawarkan kompromi politik, pilihan yang tidak mungkin pada tahap ini," kata pakar organisasi Palestina, Hani al-Masri.
Baca juga: Siapa Ismail Haniyeh, Petinggi Hamas yang Terbunuh di Iran?
Belum diketahui siapa yang membunuh Haniyeh. Namun, Hamas menuduh Israel melakukan serangan itu, menyebutnya sebagai "eskalasi serius."
Iran juga menyalahkan Israel atas pembunuhan tersebut. Selain itu, Iran mengatakan bahwa AS juga memikul tanggung jawab atas pembunuhan itu karena dukungannya terhadap Israel.
Asisten profesor ilmu politik di Universitas An-Najah di Nablus, Hasan Ayoub mengatakan bahwa Israel tidak akan berani melakukan dua serangan tingkat ini kecuali "Netanyahu mendapat dukungan tanpa syarat" setelah ia mengunjungi Washington awal bulan ini.
Serangan kedua yang dimaksud Ayoub adalah serangan di pinggiran kota Beirut pada Selasa malam, yang menargetkan komandan Hizbullah Fuad Shakr.
Editor Pertahanan Al Jazeera Alex Gatopoulos mengatakan bahwa intelijen yang digunakan untuk menemukan dan membunuh Haniyeh menunjukkan kemungkinan adanya bantuan dari Amerika Serikat.