DI TENGAH maraknya persoalan program makan bergizi gratis (MBG)—mulai dari masalah rasa yang kurang enak, insiden keracunan, hingga kasus ayam tertukar dengan jahe—banyak pihak memberikan respons beragam.
Salah satu yang mendapat sorotan tajam publik adalah respons influencer Deddy Corbuzier. Pemilik program Close The Door tersebut menyayangkan jawaban seorang anak SD yang mengeluhkan makanan tidak enak.
Menurut Deddy, anak tersebut "peak" dan perlu bersyukur. Bahkan, Deddy menambahkan pertanyaan retoris, "Sekaya apa Anda mengatakan makanan tidak enak?"
Pernyataan tersebut menuai kritik, karena selain mengandung kesalahan berpikir, pernyataan tersebut cenderung bernada emosional dan tidak relevan dengan konteks bahasan.
Baca juga:
Penilaian rasa adalah hal alami, terlebih lagi jika yang menilai adalah seorang anak yang masih berpikir apa adanya.
Apalagi, jawaban tersebut diberikan dalam konteks menjawab pertanyaan wartawan. Menjawab enak pun juga bukan langkah yang baik bila ternyata memang tidak enak.
Oleh karena itu, tidak perlu mengaitkan pendapat anak dengan sikap bersyukur, ilmu parenting, atau ekonomi keluarga.
Sebagai influencer dengan jutaan pengikut, justru pernyataan Deddy akan mengarah pada polarisasi pendapat dan menutup peluang untuk diskusi yang konstruktif.
Padahal dalam keadaan pro dan kontra seperti program MBG ini, kita sebagai bangsa memerlukan telaah dengan perspektif yang bijaksana, substantif, dan objektif.
Untuk mendapatkan nilai tersebut, langkah pertama tentu melihat program makan siang gratis berdasarkan wujud, tujuan, dan manfaat. Bukan menyangkutpautkan dengan aspek atau unsur di luar program.
Selain itu, juga tidak perlu membandingkannya dengan kondisi masa lalu, seperti mengatakan bahwa dulu tidak ada program ini sehingga kita harus bersyukur.
Cara berpikir seperti itu merupakan kesalahan dalam menempatkan perbandingan. Bagaimana mungkin membandingkan dua hal yang secara eksistensi berbeda? Ada dengan tidak ada secara empiris tidak bisa dibandingkan.
Menjadi sangat penting untuk tetap dalam koridor melihat program MBG atas wujud materinya yang sekarang. Hal tersebut guna menjaga substansi persoalan dan membatasi perluasan bahasan.
Baca juga:
Lalu terkait tujuan dan manfaat, kita dapat melihat aspek tersebut melalui aksesibilitas dan ekosistem. Tujuan yang dapat ditangkap adalah program MBG tidak lain tentu perbaikan gizi semua anak Indonesia.
Hal tersebut yang perlu menjadi headline analisis. Kalaupun pada akhirnya tujuan janji tersebut tidak terpenuhi, dan program hanya menyasar golongan tertentu, kita perlu mulai bertanya, bagaimana kriteria pemilahannya? Dasar apa saja yang menentukan antara yang berhak dengan yang tidak?