KOMPAS.com - Amnesty International Indonesia turut menyoroti pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua, dalam laporan .
Secara keseluruhan, laporan Amnesty International menganalisis situasi HAM di 156 negara selama 2022.
Di Indonesia sendiri, kebebasan berekspresi semakin dibatasi akibat disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
Sejumlah pasal di KUHP, seperti Pasal 310, memuat ancaman pidana atas pencemaran nama baik dalam konteks lainnya (secara non elektronik).
Pasal itu justru digunakan untuk membungkam aktivitas-aktivitas politik, khususnya terhadap orang-orang yang mengkritik revisi Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua (UU Otsus).
Baca juga: Kebebasan Sipil di Indonesia yang Kian Tergerus
Terjadi pelanggaran HAM buntut perbedaan politik di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Muncul kekhawatiran di tengah masyarakat mengenai peningkatan aktivitas militer di wilayah mereka.
Peningkatan aktivitas militer itu akan memicu protes baru gerakan pro-kemerdekaan yang memang sudah ada sejak lama.
Aksi protes di Papua dan Papua barat direspons dengan kekuatan aparatur keamanan yang berlebih.
Contohnya, pada 10 Mei 2022, polisi menangkap tujuh aktivis politik ketika melangsungkan protes di Jayapura.
Ketujuh aktivis itu menentang rencana pemekaran Provinsi Papua dan Papua Barat, dengan menjadi wilayah administratif yang lebih kecil.
Baca juga: 16 Tahun Aksi Kamisan, Tetap Ada dan Berlipat Ganda...
Meski mereka akhirnya dibebaskan tanpa dakwaan, tetapi di hari yang sama terjadi kekerasan yang dilakukan oleh polisi.
Polisi menendang, memukul dengan pentungan karet dan pentungan kayu terhadap para demonstran yang menuju DPRD Kota Jayapura, Abepura. Sedikitnya 36 massa aksi mengalami luka-luka.
Tidak hanya demonstrasi, acara di lingkungan kampus pun dibubarkan oleh aparat.