JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat pendidikan, Ina Liem menilai korupsi sebagai dalang di balik banyaknya anak di Indonesia yang tak bisa membaca.
Ina menjelaskan, korupsi yang terjadi bukan hanya soal uang, melainkan korupsi dalam berbagai bentuk.
"Kalau hari ini kita masih bicara soal banyak anak tidak bisa membaca, berarti ada yang sangat keliru dalam sistem pendidikan kita. Dan akar masalahnya adalah korupsi, bukan hanya dalam arti sempit soal uang, tapi korupsi dalam semua bentuknya," kata Ina saat dihubungi 优游国际.com, Senin (21/4/2025) malam.
Ia menyebutkan, adanya korupsi waktu dalam pada saat pengajaran di sekolah. Ina menyorotinya banyak jam kosong di sekolah negeri.
"Banyak jam kosong di sekolah negeri, jam pelajaran tidak berjalan. Itu pembiaran yang sistemik," tambah Ina.
Korupsi kedua adalah soal anggaran. Ia melihat adanya kebocoran dana bantuan pendidikan dan infrastruktur pendidikan di Indonesia.
"Kita bicara soal dana BOS, dana PIP, dana infrastruktur yang bocor, tidak tepat sasaran, bahkan dijadikan ladang proyek. Itu merampas hak belajar anak," pungkas Ina.
Kemudian, adanya pemerasan dalam dunia pendidikan. Pemerasan yang terjadi mulai dari pungutan liar sampai jual beli kursi sekolah.
"Dari pungutan liar, manipulasi nilai, sampai jual beli kursi sekolah. Ini menciptakan ekosistem yang tidak mendidik," ujar Ina.
"Jadi kita lihat sistemnya. Kalau hari ini anak tidak bisa baca, itu karena terlalu banyak yang berpura-pura mengurus pendidikan, padahal yang diurus anggarannya," tegas Ina.
Sebelumnya, ratusan siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, ternyata tidak bisa membaca dengan lancar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, mengungkapkan, total ada 363 siswa SMP di Buleleng dengan kemampuan membaca rendah.
"Rinciannya, sebanyak 155 siswa masuk dalam kategori Tidak Bisa Membaca (TBM) dan 208 siswa masuk kategori Tidak Lancar Membaca (TLM)," ujar dia, saat dikonfirmasi Rabu (16/4/2025) di Buleleng.
Ariadi menjelaskan, ada sejumlah penyebab siswa tidak bisa atau tidak lancar membaca. Di antaranya adalah kurangnya motivasi, pembelajaran tidak tuntas, disleksia, disabilitas, dan kurangnya dukungan keluarga.
Kemudian, ada juga faktor eksternal lainnya, yakni efek jangka panjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan kesenjangan literasi dari jenjang sekolah dasar (SD).
Selanjutnya, pemahaman keliru tentang kurikulum merdeka, kekhawatiran tenaga pendidik, hingga dampak lingkungan dan keluarga yang menyebabkan psikologis siswa terganggu.
"Misalnya, siswa memiliki trauma di masa kecil akibat kekerasan rumah tangga, perceraian, atau kehilangan anggota keluarga. Atau korban perundungan," ungkap Ariadi.
Angka buta aksara penduduk Indonesia yang berusia 15-59 tercatat 1.958.659 orang alias 1,08 persen dari total penduduk pada 2023 menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susesnas). Angka tersebut turun bila dibandingkan tahun 2022 yakni 2.850.851 orang alias 1,51 persen dari total penduduk.
Ariadi menjelaskan, ada sejumlah penyebab siswa tidak bisa atau tidak lancar membaca. Di antaranya adalah kurangnya motivasi, pembelajaran tidak tuntas, disleksia, disabilitas, dan kurangnya dukungan keluarga.
Kemudian, ada juga faktor eksternal lainnya, yakni efek jangka panjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan kesenjangan literasi dari jenjang sekolah dasar (SD).
Selanjutnya, pemahaman keliru tentang kurikulum merdeka, kekhawatiran tenaga pendidik, hingga dampak lingkungan dan keluarga yang menyebabkan psikologis siswa terganggu.
"Misalnya, siswa memiliki trauma di masa kecil akibat kekerasan rumah tangga, perceraian, atau kehilangan anggota keluarga. Atau korban perundungan," ungkap Ariadi.
Angka buta aksara penduduk Indonesia yang berusia 15-59 tercatat 1.958.659 orang alias 1,08 persen dari total penduduk pada 2023 menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susesnas). Angka tersebut turun bila dibandingkan tahun 2022 yakni 2.850.851 orang alias 1,51 persen dari total penduduk.
/edu/read/2025/04/22/100000671/anak-indonesia-banyak-tak-bisa-baca-pengamat-akar-masalahnya-adalah-korupsi