优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Waliyadin
Dosen

Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Permendikbud Ristek No 44/2024: Angin Segar atau Beban Baru bagi Dosen?

优游国际.com - 26/09/2024, 08:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di
Editor

Bagaimana mekanisme kenaikan jabatan fungsional dilakukan dengan uji kompetensi? Apakah dosen akan kembali mengerjakan ujian seperti yang dulu pernah diterapkan pada uji kompetensi guru?

Jika demikian, maka aturan ini sebenarnya hanya akan mempersulit dosen untuk bisa naik jabatan fungsional.

Lalu bagaimana mekanisme transisinya? Selalu saja ada perubahan aturan, tetapi terkadang tidak mempertimbangkan masa transisinya.

Sungguh apes nasib dosen yang selalu menemui masa transisi atas suatu kebijakan; belum selesai mereka mengurus aturan kenaikan pangkat yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, tetapi sudah ada peraturan baru.

Urusan birokrasi di Indonesia rumit, utamanya soal kenaikan jabatan karena berkaitan dengan finansial. Ya, karena aturan dibuat untuk menyulitkan, bukan untuk mempermudah.

Seringnya aturan dibuat sebagai respons atas tuntutan sebagian pihak yang mempunyai kepentingan atau yang dekat dengan penguasa. Akibatnya kebijakan yang reaktif semacam itu selalu memunculkan persoalan di belakang.

Ambil contoh aturan kenaikan guru besar yang berawal dari tuntutan kementerian kepada perguruan tinggi untuk dapat mencetak guru besar dalam jumlah banyak supaya dapat meningkatkan akreditasi perguruan tinggi dan mendongkrak reputasi perguruan tinggi untuk masuk dalam jajaran universitas kelas dunia.

Namun, yang terlupakan adalah konsekuensi finansial yang harus ditanggung oleh negara atas pengangkatan ratusan guru besar.

Parahnya lagi, karena ada iming-iming tunjangan fungsional yang besar, banyak yang rela mengeluarkan uang demi dapat memenuhi syarat pengajuan guru besar meskipun pada kenyataannya belum mumpuni.

Banyak sudah berita dan ulasan di media yang mengkonfirmasi praktik kecurangan kenaikan pangkat guru besar.

Belakangan, aturan terbaru menyebutkan bahwa guru besar tidak lagi diusulkan ke pemerintah dalam hal ini Kemendikbud Ristek, tetapi dari perguruan tinggi di mana dosen itu mengajar.

Aturan ini pun tentu tidak lepas dari kekurangan. Bagaimana mekanismenya?

Ketika kenaikan jabatan fungsional dosen tidak lagi melalui penilaian angka kredit, apakah perguruan tinggi dapat serta merta mengangkat guru besar meskipun tanpa ada angka kredit sebagai akumulasi atas kinerja dosen?

Atau jangan-jangan akan masih menggunakan sistem lama, tetapi hanya diubah istilahnya saja?

Persoalan lain adalah sertifikasi dosen juga akan dipercepat karena tidak lagi berdasarkan pada kuota seperti yang saat ini sudah berlaku.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau