KOMPAS.com - Sampai detik ini, hanya ada 12 astronot pilihan NASA yang mendarat di bulan, dimulai dari perjalanan Neil Armstrong pada 20 Juli 2020.
Tapi, dilansir National Geographic, lebih dari 45 tahun setelah pendaratan di Bulan, yang perjalanan terakhirnya adalah Apollo 17 pada Desember 1972, tidak ada lagi misi pendaratan.
Lantas, mengapa belum ada manusia yang kembali melakukan perjalanan ke bulan selama lebih dari empat dekade? Inilah jawabannya.
Rendahnya Anggaran
Program luar angkasa selalu memakan biaya tinggi.
Bahkan, Presiden AS Donald Trump yang sempat memberikan anggaran tahunan pada NASA sebesar 19,5 miliar dollar AS, masih dibilang kecil kalau dibandingkan tahun-tahun awal perjalanan ke bulan
“Porsi NASA dari anggaran negara bisa mencapai 4 persen pada 1965. Namun kini, di bawah 1 persen selama 15 tahun terakhir, bahkan hanya 0.4 persen,” kata Walter Cunningham, astronaut Apollo 7, dalam sebuah kongres pada 2015.
Laporan NASA yang dipublikasikan pada 2005, memperkirakan bahwa kembali ke bulan memerlukan biaya sekitar 104 miliar dollar AS selama 13 tahun.
Misi Apollo sendiri menghabiskan biaya 120 miliar dollar AS jika dihitung dengan harga saat ini.
Campur Tangan Presiden
Dari perspektif astronot, semua adalah tentang misi. Proses merancang, membuat, dan menguji pesawat luar angkasa agar bisa membawa manusia keluar dari Bumi, bisa memerlukan waktu lebih dari dua masa kepemimpinan presiden.
Namun, dari pola yang berlangsung selama ini, presiden dan anggota parlemen baru biasanya akan menggagalkan prioritas misi luar angkasa dari pemerintahan sebelumnya.
Pada 2004 contohnya, pemerintahan Bush memerintahkan NASA untuk mengganti pesawat luar angkasa yang akan segera pensiun, dan melaksanakan misi ke bulan.
Namun, setelah Obama terpilih sebagai presiden, Government Accountability Office merilis laporan yang menyatakan ketidakmampuan NASA untuk melanjutkan program Constellation.
Obama mendorong NASA untuk membatalkan program dan menandatangani perintah peluncuran roket luar angkasa SLS sebagai gantinya.
Kurangnya Dukungan Publik
Kekuatan nyata yang bisa membuat misi ke Bulan tetap berjalan adalah kehendak rakyat AS untuk memilih politisi yang mampu melanjutkan prioritas kebijakan tersebut.
Namun, minat publik terhadap eksplorasi bulan sejauh ini agak berkurang.
Bahkan, pada misi Apollo pun, ketika Neil Amstrong dan Buzz Aldrin berhasil menginjakkan kaki di Bulan, hanya 53 persen warga AS yang merasa bahwa dana yang sudah dikeluarkan negara sebanding dengan hasilnya.
Berdasarkan polling dari Pew Research Center, saat ini, ada 55 persen rakyat AS yang mendukung NASA untuk kembali ke Bulan. Namun, sisanya menganggap bahwa misi itu tidak perlu dilakukan lagi.
Dukungan untuk mengeksplor Mars justru lebih besar. Sebanyak 63 persen orang menyatakan bahwa hal itu seharusnya menjadi prioritas NASA, bukan bulan.
Kondisi Bulan
Kekhawatiran yang lebih besar adalah pecahan halus, yakninregolith atau debu Bulan, yang berada di permukaannya.
Madhu Thangavelu, insinyur aeronautika dari University of Southern California, menulis bahwa Bulan diselimuti oleh “debu halus".
Debu itu disebut bisa menempel dan merusak pakaian dan sistem kendaraan luar angkasa dengan sangat cepat.
Peggy Whitson, astronaut yang tingal di luar angkasa selama 665 hari, sempat mengatakan kepada bahwa misi Apollo memiliki banyak masalah dengan debu.
“Jika berencana menghabiskan waktu yang lama dan membangun habitat di bulan, kita harus mengetahui bagaimana cara mengatasi debu bulan tersebut,” katanya.
/global/read/2021/07/20/183139670/sejak-1972-mengapa-tak-ada-lagi-manusia-yang-pergi-ke-bulan-inilah-4