KOMPAS.com - Runtuhnya gedung World Trade Center di New York AS oleh hantaman pesawat yang dibajak teroris tak kunjung habis digali.
Kedua bangunan itu runtuh dalam waktu dua jam setelah tabrakan. Ini memicu berbagai penyelidikan serta teori konspirasi.
Dilansir History, pembangunan World Trade Center 1 (Menara Utara) dan World Trade Center 2 (Menara Selatan) dimulai pada 1960-an.
Keduanya dibangun dari baja dan beton, menggunakan desain inovatif pada zamannya.
Sebagian besar bangunan tinggi sesudahnya juga menggunakan struktur serupa.
Laporan investigasi atas peristiwa pada 11 September 2001 dilakukan Federal Emergency Management Agency (FEMA) dan National Intitute of Standards and Technology (NIST) AS.
Laporan FEMA terbit pada 2002, diikuti investigasi NIST selama tiga tahun yang didanai pemerintah federal AS, terbit pada 2005.
Beberapa teori konspirasi menyebut bahwa penyelidikan NIST yang didanai pemerintah federal menjadi bukti bahwa pemerintah AS ada di balik runtuhnya WTC.
Atau, pemerintah sudah menyadari bahwa kecelakaan itu akan terjadi dan sengaja tidak bertindak.
Dilansir The Conversations, laporan FEMA dan NIST menyimpulkan bahwa kecelakaan itu tidak disebabkan oleh pesawat, atau penggunaan bahan peledak, melainkan karena kebakaran pasca-tabrakan.
Beberapa orang lantas mempertanyakan mengapa gedung-gedung itu tidak “tumbang” setelah ditabrak pesawat terbang.
Beginilah penjelasannya.
Pesawat terbang terbuat dari bahan yang ringan. Jika dibandingkan, massa pesawat terbang dengan gedung pencakar langit yang tingginya lebih dari 400 meter dan dibangun dari baja dan beton, sangat masuk akal bila bangunan tidak tumbang.
Kedua menara memiliki lebih dari 1.000 kali massa pesawat, dan dirancang untuk menahan beban angin yang berkekuatan lebih dari 30 kali berat pesawat.
Namun, pesawat itu memang menyebabkan kerusakan pada material tahan api di dalam menara, yang melapisi pada penyangga baja dan rangka lantai baja di bawah pelat beton.
Tanpa pelindung tahan api, baja jadi tidak terlindungi.
Secara struktural, dampak tabrakan bisa merusak penyangga baja. Ketika beberapa kolom penyangga rusak, beban yang ditahan akan berpindah ke kolom lain.
Inilah sebabnya mengapa kedua menara dapat bertahan dari benturan awal dan tidak langsung runtuh.
Ini juga membantah teori konspirasi paling umum seputar 9/11, bahwa sebuah bom atau bahan peledak diledakkan di suatu tempat di dalam gedung.
Teori ini berkembang dari rekaman video yang menunjukkan menara dengan cepat runtuh ke bawah beberapa saat setelah tabrakan, layaknya peruntuhan gedung yang terkendali.
Api yang diyakini berasal dari sisa bahan bakar pesawat yang terbakar, menyebabkan keruntuhan ini.
Menurut laporan FEMA, kebakaran di dalam gedung menyebabkan pemuaian akibat panas di lantai-lantai secara horizontal dan mengarah keluar, memberikan tekanan pada kolom baja penyangga.
Kolom-kolom ini dapat bengkok sedikit tapi tidak bisa bengkok lebih jauh.
Karena kolom penyangga menahan pemuaian ini, maka tidak ada tempat lain bagi lantai beton untuk dapat mengembang.
Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan di lantai-lantai yang kemudian melengkung ke bawah.
Rangka dan sambungan lantai tak lagi mampu menahannya hingga gedung pun runtuh.
Lantai-lantai yang jebol ini ikut menarik penyangga ke dalam, menekuknya, dan menyebabkan lantai-lantai runtuh
Lantai yang runtuh kemudian jatuh menimpa lantai lain di bawahnya, hingga terjadi keruntuhan secara bertahap.
/global/read/2021/09/11/132524970/teori-konspirasi-runtuhnya-wtc-9-11-benarkah-ada-bom-dalam-bangunan