KOMPAS.com - Remaja berumur empat belas tahun itu sedang bermain football saat gitaris ternama Jimi Hendrix, dikabarkan meninggal.
Saat itu, masih tahun 1970. Belum ada yang menandingi kemampuan Hendrix sebagai gitaris papan atas dengan kemampuan di atas rata-rata.
Penggemar Hendrix pun sedih mendengar kabar ini, termasuk remaja itu. Kesedihannya pun tak tanggung-tanggung.
Dirinya bahkan sempat melawan pelatihnya, dan lantas memutuskan berhenti bermain football.
Baca juga: Selamat Jalan Aria Baron, Eks Gitaris dan Manajer Band GIGI
Bertahun-tahun kemudian, bocah itu dikenal sebagai sosok berkepala plontos, yang kemampuan jari-jarinya seolah menyatu dengan fret gitar.
Pria itu dikenal sebagai master gitar dunia, Joseph “Joe” Satriani. Dirinya meninggalkan football, demi sesuatu yang sangat dia cintai: gitar.
Satriani dilahirkan di Westbury, New York, pada tanggal 15 Juli 1956. Pada usia empat belas, momen kematian Hendrix mempengaruhi hidupnya.
Dirinya pun lantas terinspirasi bermain gitar, hingga pada 1974, Satriani belajar musik dangan gitaris Jazz Billy Bauer dan pianist jazz Lennie Tristano.
Tuntutan teknis Tristano sangat mempengaruhi permainan Satriani, yang kemudian mahir memainkannya.
Di situlah dia mulai mengajar gitar, dan murid pertamanya saat itu adalah Steve Vai--yang akhirnya juga dikenal sebagai legenda gitar dunia.
Baca juga:
Pada 1978, Satriani pindah ke Berkeley, California untuk mengejar karier sebagai pengajar musik.
Setelah sampai di California, dia mendapat banyak murid yang sekarang dikenal sebagai musisi papan atas dunia.
Selain Vai, ada pula Kirk Hammet gitaris Metallica, David Bryson gitaris Counting Crows, Kevin Cadogan dari Third Eye Blind, Larry LaLonde dari Primus/Possessed, sampai Alex Skolnick dari Testament.
Ada pula Rick Hunolt mantan personel Exodus, Phil Kettner dari Lääz Rockit, Geoff Tyson dari T-Ride, Charlie Hunter, dan David Turin.
Ketika Steve Vai mencapai puncak kejayaannya dengan bermain bersama David Lee Roth pada tahun 1986, Vai sering membicarakan tentang Satriani di beberapa interview dengan majalah gitar, termasuk interview dengan Guitar World.
Hingga akhirnya pada 1987, album kedua Satriani “Surfing With The Alien” menjadi hits di radio-radio dan mencapai posisi tertinggi untuk album instrumental.
Baca juga: Jimi Hendrix sampai John Lennon, Musisi Terkenal yang Memprediksi Kematian Mereka Sendiri
Karier Satriani terus berlanjut, dan gitar tetap jadi teman terbaiknya. Dirinya sempat direkrut musisi papan atas menjadi gitarisnya. Di antaranya Mick Jagger sampai Deep Purple.
Pada tahun 1992, Satriani merilis The Extremist, yang merupakan album paling sukses secara komersial sampai saat ini.
Stasiun-stasiun radio memutar single "Summer Song” yang semakin menaikkan nama Satriani. Termasuk juga “Discman“. “Crying“, “Friends” yang menjadi hits di radio-radio AS.
Satriani pun membentuk G3 pada 1996, yang berisikan tiga orang gitaris. Line up aslinya adalah Joe Satriani, Steve Vai dan Eric Johnson.
Tapi, Satriani jadi satu-satunya anggota tetap dalam setiap konser G3, dengan didampingi gitaris lain, mulai dari Yngwie J Malmsteen, John Petrucci, Kenny Wayne Shepperd, Robert Fripp, Andy Timmons, Uli Jon Roth, Michael Schenker, Adrian Legg hingga Paul Gilbert.
Baca juga: Gitar Frankenstrat Milik Eddie Van Halen Akan Dilelang
Sang virtuoso yang menguasai banyak teknik gitar ini, tak serta merta melupakan idola dan sosok yang mengubah hidupnya di usia 14 tahun.
Pada bulan Maret 2010, Satriani bergabung dengan beberapa gitaris untuk acara Tribute Tur Experience Hendrix.
Dengan gitar Ibanez dan amplifier Peavey JSX andalanya, Satriani, seolah mengenang insiden keluarnya dirinya dari tim football, demi menjadi seperti Hendrix
Dan gitar sudah membawanya sejauh ini, sebagai guru, sebagai musisi, sebagai alunan-liukan yang terus bergema dalam petikan nada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.