KOMPAS.com – Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) dan Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) resmi mengajukan Amicus Curiae ke Mahkamah Agung (MA).
FESMI dan PAPPRI mengajukan Amicus Curiae ke MA terkait kasus sengketa hak cipta antara Agnez Mo dan Ari Bias.
Kasus dengan nomor perkara 92/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2024/PN Niaga Jkt. Pst, yang sebelumnya telah diputuskan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, kini memasuki tahap kasasi di MA.
Dalam pengajuan Amicus Curiae ini, FESMI diwakili oleh Ikang Fawzi selaku Wakil Ketua Umum, sementara PAPPRI diwakili oleh Tony Wenas selaku Ketua Umum.
Kedua organisasi ini menilai bahwa putusan Pengadilan Niaga perlu dikoreksi karena berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum yang dapat merugikan ekosistem musik Indonesia.
Baca juga: Sama-sama Minta Video, Ahmad Dhani Bandingkan Sikap Ariel NOAH dengan Agnez Mo
FESMI dan PAPPRI menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar membela Agnez Mo sebagai individu, tetapi lebih kepada menjaga keseimbangan hukum dalam industri musik Tanah Air.
"Ini bukan soal satu artis, tetapi soal ekosistem musik secara keseluruhan. Jika putusan Pengadilan Niaga ini menjadi preseden, maka sistem hukum hak cipta kita bisa menjadi kacau. Harus ada koreksi agar tetap dalam jalur yang sehat dan berorientasi pada kepentingan bersama," ujar Panji Prasetyo, Direktur Hukum FESMI melalui keterangan pers, dikutip Senin (24/3/2025).
Baca juga: Agnez Mo Bicara Undang-undang, Ahmad Dhani: Kayak Ngajarin Hakim
Senada dengan itu, Marcell Siahaan, Ketua Bidang Hukum DPP PAPPRI, menekankan bahwa kasus ini harus menjadi momentum refleksi bagi seluruh pelaku industri musik.
"Kasus Agnes ini membuka mata kita tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam ekosistem musik. Ini menjadi kesempatan bagi kita untuk kembali menentukan prioritas, yaitu berekonsiliasi dan menjaga keseimbangan ekosistem agar tetap kondusif, produktif, serta bermartabat," ujar Marcell.
Baca juga: Tanggapi Pernyataan Agnez Mo, Ari Bias: Tidak Pernah Menumbalkan Orang
Menurut FESMI dan PAPPRI, jika putusan ini tidak dikaji ulang dan dibiarkan menjadi yurisprudensi, hal ini dapat mengganggu sistem royalti yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Implikasinya, ketidakpastian hukum dapat mengancam hak-hak musisi, pencipta lagu, produser, serta elemen lain dalam industri musik yang bergantung pada distribusi royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Kasus ini bermula dari gugatan Ari Bias terhadap Agnez Mo, di mana Ari Bias mengklaim bahwa lagunya digunakan dalam konser tanpa izin dan menuntut ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar.
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemudian memutuskan bahwa Agnez Mo telah melakukan pelanggaran hak cipta dan didenda sebesar Rp 1,5 miliar.
Putusan ini memicu kekhawatiran luas di kalangan pelaku industri musik karena dapat mengubah sistem royalti yang telah berjalan selama ini.
Oleh karena itu, FESMI dan PAPPRI berharap agar Mahkamah Agung mempertimbangkan aspek yang lebih luas dalam putusan kasasi ini demi keadilan bagi seluruh ekosistem musik Indonesia.
Baca juga: Tak Sampai Rp 1,5 Miliar, Terungkap Besar Nominal Royalti yang Dulu Diminta Ari Bias