Namun, tak banyak yang tahu bahwa peringatan Hari Buruh pertama di Indonesia berlangsung lebih dari satu abad lalu, tepatnya pada 1 Mei 1918 di Lapangan Gambir, Batavia (kini Jakarta).
Aksi buruh itu digagas oleh seorang tokoh sosialis asal Belanda bernama Adolf Baars, yang menjadi pionir dalam sejarah gerakan buruh di tanah air.
Siapa Adolf Baars?
Adolf Baars lahir di Amsterdam, Belanda, pada tahun 1884. Ia mulai menapaki jalan aktivisme pada usia muda, bergabung dengan Partai Sosial Demokrat Belanda pada 1903.
Kariernya kemudian berlanjut sebagai jurnalis dan intelektual yang vokal menulis isu-isu kritis, seperti kolonialisme, imperialisme, nasionalisme, dan terutama persoalan kelas pekerja.
Pada 1917, Baars datang ke Hindia Belanda dan bekerja sebagai redaktur majalah De Indische Gids, media yang diterbitkan oleh pemerintah kolonial.
Namun, keberadaannya di tanah jajahan justru memperkuat keprihatinannya terhadap kondisi buruh pribumi yang tertindas.
Dalam berbagai tulisannya, Adolf Baars mengecam eksploitasi terhadap buruh lokal. Ia menyoroti upah yang sangat rendah, kondisi kerja yang buruk, hingga praktik sewa tanah yang timpang yang diterapkan di perkebunan.
Baars juga menuntut agar buruh diberikan hak-hak dasar, termasuk jam kerja yang manusiawi, cuti tahunan, akses terhadap pendidikan gratis, dan jaminan kesehatan.
Pemikiran-pemikirannya mendapat sambutan luas dari kalangan pekerja dan organisasi buruh yang mulai tumbuh saat itu. Baars tak hanya menulis, tetapi juga terjun langsung membina organisasi buruh.
Organisasi ini menjadi pelopor dalam menyuarakan hak-hak pekerja dan mengonsolidasikan kesadaran kelas buruh di bawah penindasan kolonial.
Puncak pergerakan terjadi pada 1 Mei 1918, saat Serikat Buruh Kung Tang Hwee menggelar rapat umum besar-besaran di Lapangan Gambir. Sekitar 10.000 buruh dari berbagai sektor—pabrik, pelabuhan, kereta api, hingga perkebunan—berkumpul menyampaikan tuntutan mereka kepada pemerintah kolonial Belanda.
Beberapa tuntutan utama mereka meliputi:
Momentum ini menjadi demo buruh pertama di Indonesia, sekaligus titik balik penting dalam sejarah gerakan buruh nasional.
Represi Kolonial dan Kebangkitan Pasca-Kemerdekaan
Sayangnya, geliat perjuangan buruh ini segera mendapat tekanan dari pemerintah kolonial. Pada 1926, perayaan Hari Buruh dilarang dengan alasan menghindari kerusuhan. Banyak pemimpin buruh yang ditangkap, diasingkan, bahkan dipenjara.
Namun semangat perlawanan tak padam. Setelah Indonesia merdeka pada 1945, Kabinet Sjahrir kembali membuka ruang bagi peringatan Hari Buruh.
Bahkan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 secara resmi mengatur bahwa 1 Mei adalah hari libur bagi buruh, dan memberikan perlindungan bagi anak dan perempuan sebagai pekerja.
Sejak itu, Hari Buruh terus diperingati dengan semangat perjuangan. Mulai dari menuntut upah layak, penghapusan diskriminasi, cuti haid, hingga jaminan sosial, buruh Indonesia tak pernah berhenti menyuarakan hak-haknya.
Pada tahun 2013, pemerintah akhirnya menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional, mengukuhkan posisi buruh sebagai bagian penting dalam sejarah dan pembangunan bangsa.
SUMBER: Intisari
/jawa-barat/read/2025/05/01/144100788/demo-buruh-pertama-di-indonesia-digelar-1-mei-1918-di-lapangan-gambir