KOMPAS.com - Marsinah adalah sosok tokoh buruh yang diusulkan untuk menjadi pahlawan nasional.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam peringatan Hari Buruh 2025 di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Kamis (1/5/2025).
Dilansir ÓÅÓιú¼Ê.com (02/05/2025), Marsinah dikenal karena perjuangannya membela hak-hak buruh di masa lalu, hingga akhirnya tewas secara misterius.
Laporan menyebutkan bahwa Marsinah tewas akibat ditembak dengan senjata api.
Selain itu, muncul pula kabar bahwa sebelum meninggal dunia, Marsinah sempat mengalami penyiksaan dan pemerkosaan.
Hingga saat ini, kasus kematian Marsinah tidak pernah terselesaikan. Namun, kini ia diusulkan oleh Presiden Prabowo untuk mendapat gelar pahlawan nasional.
Baca juga:
Marsinah merupakan perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, yang bekerja sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Lahir pada 10 April 1969, Marsinah adalah anak kedua dari pasangan Astin dan Sumini, dan memiliki kakak serta adik perempuan.
Ibunya meninggal dunia ketika Marsinah masih berusia tiga tahun. Sejak saat itu, ia dibesarkan oleh neneknya, Paerah, dan tinggal bersama paman dan bibinya, pasangan Suraji-Sini.
Saat beranjak dewasa, tepatnya pada tahun 1989, Marsinah hijrah ke Surabaya untuk mencari pekerjaan dan menumpang di rumah kakaknya, Marsini.
Pekerjaan pertamanya adalah di pabrik plastik SKW di kawasan industri Rungkut.
Namun, karena gaji yang diterima sangat kecil, Marsinah juga berjualan nasi bungkus seharga Rp 150 per bungkus di sekitar pabrik.
Akhirnya, Marsinah memutuskan pindah kerja ke pabrik arloji PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo.
Baca juga:
Saat bekerja di PT CPS, Marsinah dikenal sangat vokal dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh.
Ia aktif sebagai anggota dalam organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.
Namun, keberaniannya menyuarakan hak-hak buruh justru berujung pada kematiannya.
Peristiwa bermula pada tahun 1993 ketika pemerintah mengimbau para pengusaha di Jawa Timur untuk menaikkan gaji pokok karyawan sebesar 20 persen.
Sayangnya, imbauan tersebut tidak segera ditindaklanjuti oleh banyak pengusaha, termasuk PT CPS tempat Marsinah bekerja. Akibatnya, para buruh mengajukan tuntutan untuk kenaikan upah.
Pada 2 Mei 1993, Marsinah ikut serta dalam rapat perencanaan unjuk rasa yang diselenggarakan di Tanggulangin, Sidoarjo.
Sehari setelahnya, buruh melakukan aksi mogok dengan cara mencegah rekan-rekannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan untuk menghentikan aksi mogok tersebut.