Namun, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan untuk menggratiskan BPHTB dalam kondisi tertentu, khususnya untuk rumah dengan harga di bawah Rp 2 miliar.
Penghapusan BPHTB itu dilaksanakan oleh tiga kementerian teknis, yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), serta Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
Surat Keputusan Bersama (SKB) pun ditandatangani Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri PKP Maruarar Sirait, dan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo pada 25 November 2024.
Kebijakan ini menuai perhatian luas karena dianggap dapat mendorong kepemilikan rumah, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Menteri PKP Marurar Sirait menegaskan, kebijakan ini menjadi salah satu program pro-rakyat Presiden Prabowo Subianto untuk menyediakan hunian layak dan berkualitas untuk rakyat.
BPHTB sendiri diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pajak ini dikenakan sebesar 5 persen dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu nilai transaksi atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Besaran NPOPTKP bervariasi antar daerah, misalnya Rp 60 juta untuk rumah tapak di DKI Jakarta.
Sebagai contoh, untuk rumah senilai Rp 500 juta dengan NPOPTKP Rp 60 juta, BPHTB yang harus dibayar adalah: (Rp 500 juta – Rp 60 juta) × 5% = Rp 22 juta.
Biaya BPHTB sering menjadi beban tambahan bagi pembeli rumah, terutama bagi MBR yang memiliki keterbatasan finansial.
Oleh karena itu, penggratisan BPHTB menjadi langkah strategis untuk meningkatkan akses kepemilikan rumah.
Berikut Alasan Penggratisan BPHTB:
Kebijakan penggratisan BPHTB, yang diumumkan melalui PMK Nomor 58 Tahun 2024 tentang ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk badan atau perwakilan lembaga internasional, memiliki beberapa alasan utama:
1. Mendorong Kepemilikan Rumah bagi MBR
Pemerintah menargetkan pengurangan backlog perumahan, yang pada 2024 diperkirakan mencapai 12,7 juta unit.
Dengan menggratiskan BPHTB untuk rumah di bawah Rp 2 miliar, beban finansial pembeli berkurang signifikan.
Misalnya, untuk rumah senilai Rp 500 juta, penghematan Rp 22 juta dapat dialokasikan untuk uang muka atau kebutuhan lain.
Kebijakan ini terutama menyasar MBR yang mengakses rumah subsidi melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
2. Menggairahkan Sektor Properti
Sektor properti sempat terkontraksi akibat pandemi Covid-19 dan kenaikan suku bunga. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan sektor konstruksi pada 2023 hanya 4,5 persen, lebih rendah dibandingkan sektor lain.
Penggratisan BPHTB diharapkan meningkatkan transaksi properti, terutama di segmen residensial, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ketua Umum Realestat Indonesia (REI), Joko Suranto, menyatakan bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan penjualan rumah hingga 10–15 persen pada 2025.
3. Mendukung Program Rumah Subsidi
Rumah subsidi memiliki batas harga jual maksimal serentang Rp 166 juta–Rp 240 juta pada 2024, tergantung wilayah.
BPHTB sering kali menjadi hambatan karena menambah biaya yang tidak diantisipasi pembeli.
Dengan penggratisan BPHTB, program rumah subsidi menjadi lebih terjangkau, sejalan dengan Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023 yang juga membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen untuk rumah subsidi.
4. Meningkatkan Kepatuhan Pajak Daerah
Penggratisan BPHTB untuk rumah di bawah Rp 2 miliar juga bertujuan mendorong masyarakat untuk melaporkan transaksi properti secara resmi.
Sebelumnya, banyak transaksi dilakukan di bawah tangan untuk menghindari BPHTB, yang merugikan pendapatan daerah.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap lebih banyak transaksi tercatat, sehingga data kepemilikan properti lebih akurat dan mendukung perencanaan pajak daerah di masa depan.
5. Respon terhadap Tantangan Ekonomi Global
Pada 2024, Indonesia menghadapi tekanan ekonomi global, termasuk kenaikan harga bahan baku dan fluktuasi nilai tukar.
Penggratisan BPHTB menjadi salah satu stimulus fiskal untuk menjaga daya beli masyarakat, sekaligus mendukung sektor properti yang memiliki efek berganda terhadap industri lain, seperti konstruksi, bahan bangunan, dan tenaga kerja.
Ketentuan Penggratisan BPHTB
Berdasarkan PMK Nomor 58 Tahun 2024 tentang ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk badan atau perwakilan lembaga internasional, penggratisan BPHTB memiliki ketentuan sebagai berikut:
/properti/read/2025/04/28/103000821/mengapa-bphtb-rumah-di-bawah-rp-2-miliar-digratiskan