KOMPAS.com - Tim peneliti dari rumah sakit Universitas Zurich, Swiss mengatakan saat ini mereka mengetahui tanda pada antibodi yang dapat membantu dokter mengidentifikasi pasien yang paling berisiko terkena Long Covid-19.
Kondisi ini diketahui dapat mengganggu aktivitas penderitanya hingga berbulan-bulan bahkan setelah sembuh dari infeksi virus corona.
Dalam riset yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications pada Selasa, (25/1/2022) ini para peneliti menganalisis darah milik pasien Covid-19.
Mereka menemukan, bahwa tingkat antibodi yang rendah lebih sering terjadi pada mereka yang terpapar virus dalam jangka waktu yang lama dibandingkan pasien yang cepat pulih.
Apabila digabungkan dengan usia pasien, gejala Covid-19 yang dialami, dan penyakit penyerta, tanda antibodi tersebut memungkinkan dokter untuk memprediksi apakah orang tersebut memiliki risiko sedang, tinggi, atau sangat tinggi terkena Long Covid.
“Secara keseluruhan, kami berpikir bahwa temuan dan identifikasi tanda imunoglobulin akan membantu identifikasi awal pasien yang berisiko tinggi mengembangkan Long Covid," ujar profesor imunologi sekaligus pemimpin studi, Onur Boyman.
Hal ini, katanya, dapat meningkatkan pemahaman para dokter untuk menargetkan perawatan yang sesuai bagi pasien Long Covid-19.
Dilansir dari The Guardian, Selasa, (26/1/2022) mereka menganalisis 175 pasien Covid-19 dan 40 peserta yang sehat untuk membandingkan keduanya. Kemudian, tim dokter mengamati 134 pasien Covid-19 selama satu tahun setelah infeksi awal.
Ketika virus corona menginfeksi seseorang, antibodi IgM meningkat dengan cepat begitu pun dengan antibodi IgG untuk membentuk imunitas pada tubuh.
Sedangkan, tes darah pada para peserta penelitian menunjukkan bahwa mereka yang mengembangkan Long Covid-19 cenderung memiliki tingkat IgM dan antibodi IgG3 yang rendah.
Perlu diketahui, pengujian tersebut tidak dapat memprediksi risiko seseorang terkena Long Covid-19 sebelum mereka terpapar virus.
Akan tetapi, rekan peneliti, Dr Carlo Cervia mengatakan orang yang memiliki asma maupun mereka yang kadar IgM dan IgG3 yang rendah mungkin lebih berisiko mengalami kondisi ini.
“Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan terhadap pasien Covid serta memotivasi kelompok berisiko tinggi, seperti pasien asma, untuk mendapatkan vaksinasi sehingga dapat mencegah Long Covid,” papar Cervia.
Menurutnya, walaupun belum ada obat yang efektif untuk menyembuhkan Long Covid, dengan mengetahui kelompok mana yang paling berisiko, membantu dokter mengarahkan pasien pada uji klinis untuk terapi serta rehabilitasi dini.
“Kami sangat perlu meningkatkan penelitian tentang bagaimana mencegah hal ini terjadi,” jelas Dr Claire Steves, dosen klinis di King's College London.
Di sisi lain, para peneliti juga berspekulasi terdapat beberapa pemicu dari kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan oleh virus. Namun, belum pasti apa saja penyebabnya.
/sains/read/2022/01/27/130100123/peneliti-temukan-tanda-antibodi-pasien-yang-paling-berisiko-alami-long