KOMPAS.com – Untuk menentukan awal bulan Ramadhan serta dua hari Idul Fitri, para ilmuwan dan pemuka agama Islam di dunia berkumpul untuk melihat hilal.
Apa itu hilal? Mengapa melihat hilal menjadi penentu dimulainya kalender Hijriyyah? Sejak kapan praktek ini dilakukan, dan apakah Islam satu-satunya agama yang mempraktekannya?
Baca juga:
Astronom amatir Marufin Sudibyo menyebutkan bahwa hilal adalah bulan sabit tertipis yang berkedudukan rendah di atas cakrawala langit barat, dan sudah diamati tepat selepas terbenamnya Matahari.
“Jadi terbenamnya Matahari menjadi patokan. Hilal menjadi penentu bagi awal bulan kalender Hijriyyah karena sifatnya. Bilamana pada senja hari ini hilal terlihat, maka di senja hari sebelumnya hilal tidak akan ada di atas cakrawala langit Barat karena Bulan memang tidak ada di sana,” tutur Marufin kepada 优游国际.com, Rabu (22/4/2020).
Marufin menyebutkan bahwa melihat hilal dinyatakan secara tekstual dalam sabda Nabi SAW: “Berpuasalah (dan berhari raya) karena melihat hilal. Jika tidak terlihat maka genapkanlah.”
Dengan landasan itu, maka rukyatul hilal (observasi hilal) dipahami sebagai ibadah. Selain menentukan awal bulan kalender Hijriyyah, hilal juga menentukan awal dua hari raya.
“Meski di sini ada sedikit perbedaan. Lembaga seperti Nahdatul Ulama berpedoman seluruh awal bulan kalender Hijriyyah harus ditentukan oleh terlihat atau tidaknya hilal, maka rukyatul hilal (observasi hilal) digelar setiap awal bulan,” papar Marufin.
Baca juga:
Sementara itu, lembaga yang lain berpedoman rukyatul hilal cukup dilakukan hanya pada awal Ramadhan dan dua hari raya.
Sementara di bulan-bulan kalender Hijriyyah lainnya, ditetapkan berdasarkan hisab (perhitungan numerik-astronomik) yang bersandar pada sebuah kriteria yang memuat parameter-parameter minimal posisi Bulan.
“Sementara lembaga seperti Muhammadiyah berpedoman, seluruh awal bulan kalender Hijriyyah ditetapkan dengan cara hisab berdasarkan kriteria tertentu saja,” tambahnya.
Marufin menyebutkan dari segi saintifik, aktivitas melihat hilal sudah bermula sejak 26 abad silam. Tepatnya dari masa Babilonia Baru di tanah Mesopotamia.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, cukup banyak kalender yang berbasiskan pada perubahan fase/ wajah Bulan di langit dengan awal bulan kalendernya bertumpu pada terlihatnya hilal.
“Selain peradaban Islam dan Babilonia, aktivitas melihat hilal juga dilakukan oleh peradaban China juga kelompok-kelompok Nasrani khususnya sebelum penetapan penggunaan kalender Matahari oleh Julius Caesar pada tahun 46 SM,” ungkap Marufin.
Selain itu, aktivitas melihat hilal juga dilakukan oleh peradaban Yahudi, peradaban Amerika (Aztec, Indian, Inca, dan lain-lain) serta peradaban Aborigin di Australia.
“Namun rukyatul hilal modern dalam peradaban Islam sebenarnya baru bermula dalam kurang dari 4 dasawarsa terakhir,” imbuhnya.