KOMPAS.com – Setiap manusia melakukan mobilitas sosial demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dalam mobilitas sosial tentunya terdapat sebuah persaingan.
Misalnya, untuk memperoleh jabatan dalam suatu perusahaan, maka seseorang harus bersaing dengan anggota yang lain. Persaingan ini yang seringkali menimbulkan gesekan atau konflik.
Begitu juga dengan mobilitas sosial. Ketika ada seseorang yang tidak siap dengan adanya mobilitas sosial, dapat memicu terjadinya konflik. Munculnya konflik merupakan konsekuensi dari adanya mobilitas sosial.
Konflik sebagai dampak mobilitas sosial
Dalam buku Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian (2010) karya Wirawan B. Ilyas, konflik didefinisikan sebagai perbedaan persepsi mengenai kepentingan, terjadi ketika tidak terlihat adanya alternatif.
Selama masih ada perbedaan, konflik tidak dapat dihindari dan selalu terjadi. Secara sederhana, ada empat jenis konflik yang sering terjadi. Berikut penjelasannya:
Dalam struktur kehidupan masyarakat, terdapat kelas-kelas sosial atau disebut stratifikasi sosial.
Ketika terjadi perbedaaan kepentingan antar kelas sosial, akan memicu terjadinya konflik. Contohnya konflik antara buruh dan pemimpin perusahaan.
Kelompok sosial merupakan dampak dari terjadinya mobilitas sosial. Kelompok baru terbentuk karena adanya mobilitas vertikal dan horizontal. Contohnya konflik antar partai saat terjadinya pemilu.
Dilansir Setiap periode waktu tertentu pasti akan diisi oleh generasi yang berbeda. Nilai dan norma pun juga akan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu.
Hal inilah yang biasanya memicu konflik, konflik antara generasi muda dan tua mengenai pemahaman nilai dan norma.
Konflik ini merupakan konsekuensi dari kemajukan dalam masyarakat. Konflik ini biasanya bersifat horizontal. Contohnya konflik antara entis Dayak dengan etnis Madura.
/skola/read/2020/10/09/132705369/konsekuensi-dari-mobilitas-sosial