KOMPAS.com - Gerakan Darul Islam (DI) adalah gerakan politik yang bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
Gerakan DI mempunyai pasukan yang disebut Tentara Islam Indonesia (TII), yang kemudian melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Indonesia.
Oleh karena itu, gerakan perlawanannya disebut dengan Pemberontakan DI/TII.
Pemberontakan DI/TII dipelopori oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada Agustus 1949, di Jawa Barat.
Pemberontakan DI/TII juga terjadi di Aceh, yang dimulai pada 20 September 1953, di bawah pimpinan Daud Beureueh.
Pemberontakan DI/TII di Aceh akhirnya dapat diselesaikan dengan cara musyawarah.
Baca juga: 5 Tokoh Pemberontakan DI/TII
Latar belakang Pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan para tokoh di Aceh terhadap keputusan pemerintah untuk melebur Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara, dengan ibu kota di Medan.
Pada Agustus 1949, Sjafruddin Prawiranegara, yang saat itu menjabat Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta II, menjadikan daerah Aceh sebagai provinsi yang terlepas dari Provinsi Sumatera Utara, tanpa berkonsultasi dengan kabinet.
Teungku Daud Beureueh, yang memegang jabatan sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, diangkat sebagai Gubernur Aceh.
Pada 1951, menyusul pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS), status Aceh dikembalikan menjadi daerah di dalam Provinsi Sumatera Utara.
Oleh Daud Beureueh dan para pendukungnya yang tergabung dalam Pusat Ulama Seluruh Aceh (PUSA), keputusan itu dianggap mengabaikan jasa-jasa masyarakat Aceh dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia pada masa revolusi.
Kekesalan Daud Beureueh bertambah karena Presiden Soekarno pernah berjanji bahwa Aceh diizinkan menerapkan syariat Islam dan tetap menjadi salah satu provinsi di Indonesia.
Baca juga: Perbedaan Latar Belakang Pemberontakan DI/TII Jawa Barat dan Aceh
Selain itu, muncul rumor tentang dokumen rahasia dari Jakarta yang isinya berupa perintaah pembunuhan terhadap 300 tokoh masyarakat Aceh.
Hal itulah yang menjadi penyebab Pemberontakan Di/TII di Aceh, yang dipimpin oleh Daud Beureueh, seorang tokoh agama yang juga menguasai seluruh aparat pemerintahan sipil maupun militer di Aceh.
Pada 21 September 1953, Daud Beureueh memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari NII di bawah pimpinan Kartosuwirjo.