KOMPAS.com - Nobel Prize adalah penghargaan internasional yang diselenggarakan oleh Yayasan Nobel di Stockholm, Swedia.
Nobel Prize pertama kali diberikan pada tahun 1901 dan sejak itu menjadi salah satu penghargaan paling bergengsi di dunia.
Nobel Prize didirikan ketika pengusaha Alfred Nobel meninggal dan mewariskan sebagian besar kekayaannya untuk pemberian hadiah di bidang fisika, kimia, fisiologi atau kedokteran, sastra, dan perdamaian.
Namun, penghargaan ini tidak dapat terlepas dari skandal dan kontroversi. Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Larangan Nobel Prize dari Hitler
Penghargaan Nobel Prize menimbulkan kemarahan Hitler setelah jurnalis Jerman Carl von Ossietzky (seorang kritikus Hitler yang vokal) dianugerahi Nobel perdamaian tahun 1935.
Dikutip dari laman Britannica, Hitler kemudian melarang semua warga Jerman menerima Hadiah Nobel dan menciptakan Penghargaan Nasional Jerman untuk Seni dan Sains sebagai alternatif.
Akhirnya Richard Kuhn (1938, kimia), Adolf Butenandt (1939, kimia), dan Gerhard Domagk (1939, fisiologi atau kedokteran) terpaksa menolak penghargaan Nobel mereka.
2. Harald zur Hausen dan konflik Kepentingan
Pada 2008 Harald zur Hausen menerima Nobel Prize untuk bidang fisiologi atau kedokteran atas penemuannya tentang virus papiloma manusia (HPV) dan kaitannya dengan kanker serviks.
Namun, perusahaan farmasi AstraZeneca yang memproduksi vaksin HPV, termasuk yang mensponsori situs Nobel Prize.
Selain itu, ada dua anggota panel yang memilih zur Hausen memiliki hubungan dengan AstraZeneca. Kondisi tersebut menimbulkan dugaan adanya konflik kepentingan.
3. Penolakan Jean-Paul Sartre dan Le Duc Tho
Meskipun sebagian besar orang menganggap Nobel Prize sebagai suatu kehormatan besar, dua pemenang secara sukarela menolak penghargaan tersebut.
Jean-Paul Sartre, yang menolak semua penghargaan resmi, tidak mau menerima hadiah Nobel sastra pada tahun 1964.
Kemudian pada 1974, Le Duc Tho bersama Henry Kissinger, berbagi hadiah perdamaian atas upaya mereka mengakhiri Perang Vietnam.
Namun Tho menolak untuk menerimanya, dengan mengatakan bahwa “perdamaian belum terjalin.”
4. Nobel Perdamaian Yasser Arafat
Pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat mendapatkan penghargaan Nobel Perdamaian pada 1994.
Ia berbagi penghargaan dengan Yitzhak Rabin dan Shimon Peres dari Israel atas kerja mereka dalam Perjanjian Oslo, yang merupakan bagian integral dari proses perdamaian antara Palestina dan Israel.
Namun, banyak kritikus yang mencatat bahwa ketika Arafat menjabat sebagai pemimpin Fatah, kelompok PLO terlibat dalam aksi terorisme.
5. Fritz Haber
Fritz Haber dianugerahi Nobel Prize dalam bidang Kimia pada tahun 1919 atas penemuannya dalam proses Haber-Bosch.
Dilansir dari laman World Atlas, penemuan tersebut memungkinkan amonia diproduksi dalam skala besar dan membantu menciptakan pupuk, yang mendukung pertanian dan memberi makan miliaran orang.
Namun, ia dianggap tak layak karena Haber juga membantu mengembangkan gas klorin menjadi senjata kimia, yang digunakan dalam Perang Dunia I.
6. Diskriminasi Mahatma Gandhi
Mahatma Gandhi adalah orang yang berjuang melawan diskriminasi rasial di Afrika Selatan, dan merupakan orang utama yang bertanggung jawab atas tercapainya kemerdekaan India.
Gandhi masuk dalam daftar pendek lima kali untuk Nobel Prize tetapi tidak pernah dianugerahi satu kali pun.
Beberapa orang menganggap hal ini karena komite tersebut memiliki sudut pandang yang berpusat pada Eropa dan tidak menghargai perjuangan India untuk meraih kebebasannya.
7. Barack Obama
Barack Obama menerima Nobel Perdamaian pada 2009, namun para kritikus merasa bahwa anugerah tersebut terlalu dini.
Saat itu Mantan Presiden AS tersebut baru menjalani masa jabatan pertamanya selama sembilan bulan.
Namun Geir Lundestad, mantan direktur Institut Nobel, menulis dalam otobiografinya tahun 2015 bahwa komite Nobel merasa bahwa penghargaan itu akan "memperkuat presiden.”
/tren/read/2024/10/11/123000365/7-kontroversi-nobel-prize-sepanjang-sejarah-termasuk-penolakan-dan-konflik