KOMPAS.com - Nama Riyadh mungkin tak asing di telinga kita. Ini merupakan ibu kota Arab Saudi, negara tempat tujuan umat Islam menunaikan ibadah haji.
Kota ini didirikan di atas reruntuan kota tua Hajr, kota yang dulunya menjadi pusat karavan perdagangan yang melintasi berbagai bagian Jazirah Arab.
Seperti apa sejarahnya?
Baca juga: Mengenal Tabuk, Satu-satunya Kota di Arab Saudi yang Diselimuti Salju
Pada pertengahan abad ke-17, Riyadh telah digambarkan sebagai desa kecil berbenteng yang dimiliki oleh rantai pemukiman di sepanjang Wadi Anifah, sebuah lembah rendah yang terletak di tepi barat kota.
Lembah ini memainkan peran penting dalam membentuk lokasi awal dan tata letak pemukiman. Ketersediaan air dan kesuburan tanah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian kurma, dikutip dari .
Nama Hajr kemudian berubah menjadi Riyadh setelah kedatangan Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud pada 1773.
Pada 1902, Ibn Saud (Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud) menjadikan Riyadh sebagai ibu kota negara dan merancangnya sebagai kota modern.
Pada 1920, kota ini membentang seluas kurang dari satu setengah mil persegi (1 kilometer persegi).
Kota ini juga dikelilingi oleh tembok setinggi 7 meter yang di dalamnya terdapat sebuah masjid pusat, pasar, rumah, dan istana.
Pada 1930-an, Riyadh menampung kurang dari 30.000 penduduk, dengan kota yang masih tertutup tembok benteng, dikutip dari Britannica.
Namun, pada akhir 1940-an, sebagian besar struktur tembok kota yang asli telah dihancurkan.
Daerah perkotaan pun telah berkembang menjadi sekitar 2 mil persegi (5 kilometer persegi) dengan populasi 83.000.
Baca juga: Sejarah Jeddah, Kota Paling Kosmopolitan di Arab Saudi
Struktur fisik Riyadh pun telah mengalami transformasi signifikan dari tata letak awal.