KOMPAS.com - Sejumlah orang kerap memutuskan untuk golput dalam pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada).
Bahkan, dalam pilkada, jumlah golput tak jarang mengungguli suara sah yang diperoleh oleh pasangan calon (paslon) kepala daerah.
Golput atau golongan putih adalah istilah untuk menyebut kelompok orang yang memilih untuk tidak memilih.
Golput dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari persoalan teknis yang membuat enggan mengunjungi tempat pemungutan suara (TPS), hingga alasan ideologis seperti menilai tak ada kandidat yang cocok untuk diberi mandat menjadi pemimpin.
Lantas, apa yang akan terjadi jika suara golput lebih tinggi dari perolehan suara paslon pada pilkada?
Baca juga: Selalu Populer Menjelang Pemilu, Apa Itu Golput?
Komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Idham Holik mengungkapkan konsekuensi jika golput "memang" dalam Pilkada 2024.
Menurut dia, jika banyak pemilih tidak mau menggunakan hak pilih pada hari pemungutan suara pada 27 November mendatang, justru akan memudahkan paslon memenangkan Pilkada 2024.
"Kondisi ini akan memudahkan calon memperoleh kemenangan, karena persentase suara mayoritas menjadi kecil atau bahkan lebih kecil," kata dia, saat dihubungi ÓÅÓιú¼Ê.com, Minggu (1/9/2024).
Ketentuan tersebut berbeda jika yang memenangkan pemilihan umum adalah kotak kosong dalam surat suara.
Kotok kosong sendiri merupakan "lawan" atau pilihan lain bagi pemilih saat pilkada hanya diikuti oleh satu pasangan calon kepala daerah.
Idham mengatakan, pemilih kolom kosong tak bergambar tetap dianggap sah dan dihitung sebagai suara.
Jika kotak kosong menang, maka ada dua alternatif bagi daerah tersebut, yakni pemungutan suara ulang pada tahun berikutnya atau dipimpin oleh penjabat (Pj) kepala daerah pilihan pemerintah pusat.
Baca juga: MUI Tegaskan Golput di Pemilu 2024 Hukumnya Haram, Ini Alasannya
Sementara itu, golongan putih atau kelompok orang yang sengaja tak datang ke tempat pemungutan suara tidak dihitung sebagai suara sah karena sama sekali tidak memberikan suaranya.
"Partisipasi dalam menggunakan hak pilih adalah hal yang terpenting dalam demokrasi elektoral dan dalam perspektif etika politik," ucap Idham.