TERSERAH kita cenderung memilih yang mana dulu, pencapaiannya dahulu atau kelemahaannya. Akankah kita menonjolkan kebaikan atau kekurangannya lebih dahulu?
Itu tergantung mata kita memanandang. Gelas yang separuh terisi air bisa dikatakan itu gelas separuh air atau separuh kosong.
Separuh kosong berarti air yang di dalamnya, di dasar gelas prioritas kedua. Separuh penuh berarti kekosongan di atas gelas dinomerduakan.
Dalam menyikapi hidup dan kehidupan juga sama. Kalau kita tunjukkan kelemahan, maka kebaikan-kebaikan bisa terkubur. Kalau kita tonjolkan prestasi-prestasi, kekurangan demi kekurangan akan terkubur.
Namun biasanya lebih viral kita sebut kelemahan, kritik, keburukan, dan sisi gelap. Kita sebut kebaikan dan prestasi tidak menarik.
Apalagi netizen kita, sangat menikmati jika keterpurukan seseorang atau lembaga diulang-ulang. Memang ada kenikmatan tersendiri kalau menyaksikan orang lain terpuruk dan jatuh.
Berita baik berarti diam. Tidak ada berita berarti wajar. Berita buruk menyebabkan heboh dan jauh lebih menarik karena menjadi gosip dan isu santer.
Perguruan tinggi di Tanah Air ini dalam jangka lima belas atau sepuluh tahun terakhir sebetulnya menggembirakan. Alat ukurnya banyak.
Dari segi finansial, gaji para dosen, Guru Besar (GB), tenaga pendidik meningkat. Dua puluh tahun lalu, seorang dosen yang baru diangkat bergaji antara Rp 500.000 sampai Rp 750.000, sebagaimana para PNS (Pegawai Negeri Sipil) lainnya. Level setelah tamat S1. Sekarang, GB menikmati tunjungan lebih layak.
Begitu juga dosen, sebagaimana juga guru dan pegawai, ada remunerasi, sertifikasi, riset dan lain-lain.
Tentu jika dibandingkan dengan kita masa lalu, ini sisi lebih baik. Namun jika dibandingkan dengan negara-negara lain, silahkan Google saja: Berapa gaji dosen dan GB di Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina? Kita masih jauh tampaknya untuk menuju gelas penuh.
Secara finansial, kampus-kampus kita juga semakin mampu. Apalagi dengan skema PTNBH (Perguruan Tinggi Berbadan Hukum) yang mengelola keuangan lebih mandiri, dengan menentukan standar tarif sendiri, tentu kondisi lebih makmur.
Namun BLU (Badan Layanan Umum) atau Satker (Satuan Kerja) pun juga menikmati peningkatan kesejahteraan para dosen, GB, dan tendik.
Kedua soal publikasi. Dalam jangka sepuluh tahun terakhir, publikasi Indonesia dengan jurnal-jurnal internasional, kerennya sebutlah Scopus, jauh meningkat.
Penulis yang termasuk memperjuangkan indeks Scopus di Tanah air di awal tahun 2013. Waktu itu, jari kita tidak habis untuk menghitung jurnal Indonesia yang terindeks Scoups.