优游国际

Baca berita tanpa iklan.

ABC Australia soal DPR RI Ingin Sahkan RUU Pilkada: Masyarakat Indonesia Tak Bodoh

优游国际.com - 23/08/2024, 15:21 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Media Australia, Australian Broadcasting Corporation (ABC) menerbitkan artikel berjudul "Rakyat Turun ke Jalan, DPR Tak Penuhi Kuorum untuk Sahkan RUU Pilkada" di situs web mereka pada Jumat (23/8/2024).

Dalam artikel tersebut, ABC salah satunya menyinggung soal masyarakat Indonesia tidaklah bodoh untuk tahu maksud di balik rencana DPR RI menganulir keputusan MK tentang pencalonan kepala daerah.

ABC mengungkap hal itu dengan mengutip pernyataan dari aktor Fedi Nuril.

Disebutkan, Fedi marah melihat ketidakadilan Badan Legislasi DPR yang mampu dengan cepat bereaksi terhadap Putusan MK, sementara ada RUU yang tidak kunjung selesai dibahas selama bertahun-tahun di parlemen.

Baca juga: Media Asing Soroti Keberhasilan Rakyat Indonesia Batalkan Revisi UU Pilkada

"Ini terlihat sekali ada kepentingan politiknya, dan yang paling membuat saya marah adalah mereka membuat pernyataan seakan-akan kita ini bodoh banget, gitu. Terlihat sekali buru-buru, tergesa-gesa, dan fraksi yang menolak seperti PDIP pun diacuhkan, meskipun saya juga agak geram karena protesnya PDIP seperti tanggung... tidak tajam," kata Fedi kepada ABC Indonesia.

Fedi juga menilai, keputusan MK yang "meresahkan" dan "membuat panik" DPR tersebut punya dampak lebih besar daripada soal pencalonan Anies Baswedan atau PDIP.

Fedi Nuril akan tampil dalam film drama berjudul Bila Esok Ibu Tiada.KOMPAS.com/Ady Prawira Riandi Fedi Nuril akan tampil dalam film drama berjudul Bila Esok Ibu Tiada.

"Karena kan sebenarnya kalau dilihat the big picture-nya itu, banyak sekali partai yang diuntungkan dengan perubahan threshold itu... mau tetap berkoalisi boleh, tapi keuntungan terbesarnya adalah 'oh, saya bisa maju sendiri dan kalau menang saya enggak perlu bagi-bagi kue' begitu," jelasnya.

Fedi menilai apa yang dilakukan Baleg terhadap Putusan MK adalah bukti jika DPR mengabaikan aspirasi pemilihnya.

"Banyak yang bilang 'ya ngapain berharap, namanya juga politisi', oke saya juga paham sih tapi kalau kita permisif terus, ya mereka akan terus seperti itu. Jadi at least kita maki lah mereka, kita ingatkan apa omongan mereka... kalau kalian memang enggak bisa memegang janji kalian kepada pemilih, ya sudah berilah kami privillege untuk memaki kalian," tutur Fedi.

Baca juga: Kata Media Asing soal Demo Kawal Putusan MK, Sebut Rakyat Marah dan Krisis Konstitusional

Fedi pun berterima kasih kepada para pengunjuk rasa yang sudah turun ke jalan untuk mewakili suaranya, yang tidak bisa ikut karena ada harus memenuhi komitmen yang lain.

Dalam artikel itu, ABC juga mencatut tanggapan dari Bivitri Susanti, pakar Hukum Tata Negara di Indonesia.

Menurut Bivitri, Indonesia sudah mengalami krisis konstitusi, karena konstitusi yang tidak dihormati oleh lembaga-lembaga negara yang seharusnya menjaganya.

"Kalau sudah krisis konstitusi, darurat demokrasi, siapa lagi yang bisa menjaganya? Ya, kita sebagai warganya," ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.

Menurut Bivitri, ini bukan lagi soal siapa yang bisa maju pilkada, bukan juga soal DPR melawan MK, tapi soal kekuasaan yang disalahgunakan untuk kepentingan sendiri.

"Kita harus bersuara, supaya mereka yang memegang kekuasaan tahu kalau kita ini mengerti, paham, dan bisa bersuara, bukan hanya bisa menyoblos mereka," terangnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau