Kesepakatan tersebut dicapai usai proses negosiasi antara kedua belah pihak, Jumat (16/5/2025).
Dalam perjanjian tersebut, Atalarik telah membayar uang muka atau down payment (DP) senilai Rp 300 juta sebagai bagian dari komitmennya atas pembelian tanah tersebut.
Dengan kesepakatan ini, rumah Atalarik yang sebelumnya dibongkar sebagian oleh aparat, sementara waktu terhindar dari pembongkaran lanjutan.
Perwakilan PT Sapta, Eka Bagus Setyawan, mengatakan bahwa Atalarik sempat menawarkan jaminan berupa BPKB kendaraan mobil yang ditaksir senilai Rp 200 juta sebagai DP.
Namun, tawaran tersebut ditolak.
"Dia sempat nawarin pakai BPKB mobil yang katanya nilainya bisa sampai Rp 200 juta. Tapi kami tidak terima itu, kami minta pembayaran dalam bentuk uang tunai," kata Eka saat ditemui di Cibinong.
Setelah sempat menunggu beberapa jam, pihak Atalarik akhirnya mentransfer uang senilai Rp 300 juta.
Sisa pembayaran akan dilakukan secara bertahap dalam waktu tiga bulan.
"Kesanggupan dia bayar Rp 300 juta dulu, sisanya dicicil dalam termin waktu tiga bulan," lanjut Eka.
Namun, dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa apabila Atalarik gagal melunasi sisa pembayaran, maka PT Sapta berhak melanjutkan proses pembongkaran rumah yang berdiri di atas tanah mereka.
"Mungkin kita akan lakukan eksekusi lagi jika tidak ada pelunasan," tegas Eka.
Sengketa antara Atalarik Syah dan PT Sapta sudah berlangsung sejak tahun 2015.
Atalarik mengklaim telah membeli lahan seluas 7.000 meter persegi pada tahun 2000 secara sah, namun pada 2016 kasus ini memasuki ranah hukum.
Pengadilan Negeri Cibinong memutuskan bahwa transaksi pembelian tanah tersebut tidak sah menurut hukum.
Meski demikian, Atalarik menyatakan bahwa proses hukum masih berlangsung dan belum berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian mengenai dasar hukum pelaksanaan pembongkaran rumah Atalarik.
/hype/read/2025/05/16/143001766/atalarik-syah-setuju-bayar-rp-850-juta-untuk-tanah-sengketa-rumah-terhindar